Sejak tahun 2000 lebih dari 25 negara telah mengakomodir fenomena ini dengan mengubah undang-undangnya yang mengizinkan kewarganegaraan ganda.
Sehingga, kini lebih dari 130 negara di dunia menerima kewarganegaraan ganda.
Baca juga: Menteri PPPA: Perkawinan Dini Ancam Masa Depan Anak
Adapun pertimbangan-pertimbangan tentang ketertiban umum dan keamanan nasional yang dikhawatirkan timbul apabila Indonesia mengakomodasi kewarganegaraan ganda, telah diantisipasi dengan menyertakan syarat perkawinan campuran yang memungkinkan penerbitan kewarganegaraan ganda adalah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun usia perkawinan yang sah.
Karena, pasangan yang telah menikah minimal sepuluh tahun lazimnya adalah pasangan yang memang menikah dengan dasar cinta kasih dan keseriusan untuk membina rumah tangga, bukan karena alasan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tertentu.
Menurut Bivitri Susanti, Pengajar Hukum Tata Negara dan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jantera, menekankan tidak perlu ada yang ditakutkan bagi negara menyangkut isu diberlakukannya kewarganegaraan ganda.
Menurutnya ketakutan itu sudah tidak berlasan dan relevan pada jaman sekarang.
“Jadi memang tidak ada yang perlu ditakuti untuk kewarganegaraan ganda, karena kurang relevan untuk berpikir terlalu khawatir dan di takuti pada jaman sekarang," kata Bivitri yang kerap disapa Bibib.
Dalam pembahasan seputar pemenuhan hak pasangan WNA dalam keluarga perkawinan campuran yang telah dibahas tuntas melalui Webinar yang diselenggarakan pada Kamis, 2 Juni 2022 lalu.
Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB) melalui Nia Schumacher berharap agar pemerintah segera mengakomodir tuntutan dari para keluarga dan pasangan perkawinan campuran agar bisa hidup layak dan mendapatkan hak-hak seagai warga negara.
“Kami berharap Para pemangku kepentingan, pembuat kebijakan, Pemerintah, DPR , dapat membahas isu Kewarganegaraan ganda ini dalam prolegnas 2020-2024, khususnya dapat masuk dalam list Prolegnas prioritas 2023. Kami mengapresiasi segala upaya pemerintah dan DPR sampai sejauh ini untuk melindungi keluarga perkawinan campuran," kata Nia.
Webinar yang merupakan Seri 3 dari Webinar Kewarganegaraan Ganda yang diselenggarakan oleh LPPSP dan APAB ini diharapkan dapat menghasilkan bahan pertimbangan bagi pemerintahan, pihak legislatif dan akademisi serta meningkatkan kesadaran publik tentang kekurangan kepastian hukum bagi keluarga perkawinan campuran saat ini dan bagaimana solusinya dalam bentuk kewarganegaraan ganda dapat memberikan manfaat tidak hanya untuk keluarga tersebut tetapi untuk masyarakat Indonesia secara luas.