Ya rata-rata untuk topik ini, menugaskan mahasiswa menjadi anggota KPPS bertugas di TPS-nya masing-masing.
Karena ketentuan Undang-Undang Pemilu begini, bahwa anggota KPPS di setiap TPS itu bekerja di domisili yuridis sebagaimana KTP.
Dengan begitu maka ada beberapa keuntungan di dua pihak.
Di satu sisi kampus bisa mempraktikkan magang, dan juga yang membutuhkan program ‘Merdeka Belajar’ itu kemudian masuk menjadi petugas KPPS.
Di sisi lain, kami di KPU mendapatkan suntikan tenaga yang fresh, anak-anak muda, well edu campaign, dan tugasnya di kampung halamannya masing-masing.
Karena anggota KPPS kan harus sesuai KTP.
Baca juga: KPU Diingatkan Agar Efisien Gunakan Anggaran Pemilu 2024 Sebesar Rp 76,6 Triliun
Jadi kampus ketika menugaskan enggak usah ke mana-mana, tugasnya di kampung halamannya sendiri-sendiri.
Dan juga sisi lain, teman mahasiswa yang kritis-kritis, kalau kemudian kemarin mengkritisi pemilu, nanti bisa tahu sendiri situasi di lapangannya belajar berpolitik ya, tapi bukan sebagai kontestan.
Mahasiswa ini bolehkah yang termasuk organisasi ekstrakurikuler? HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) misalnya?
Apapun. Karena yang kita baca itu penugasan dari kampus, bukan dari organisasi.
Jadi supaya sinkron nanti ketika teman-teman organisasi kemasyarakatan yang muda ini, kita undang kita sampaikan bahwa nanti kita akan membuat program seperti ini, dan kita akan minta dorongan supaya ada insentif, berupa ini adalah kerja nyata di dunia politik kepemiluan supaya punya pengalaman teman-teman menghadapi pemilu sebagai penyelenggara.
Pelaksanaan pemilu nasional maupun pilkada menganggarkan Rp76,6 triliun, artinya 300 persen dari pemilu kemarin. Sedikit menyinggung, bagaimana supaya ini berjalan dengan baik?
Pertama begini, jadi dari Rp76,6 triliun itu anggaran untuk tiga tahun karena model penganggaran kita ada tahun anggarannya.
Karena pemilu dilakukan 2022, 2023, 2024, berarti istilahnya kan tahun jamak, multiyears, dan masing-masing tahun komposisi pembiayaannya beda-beda.