TRIBUNNEW.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memulai tahapan Pemilu serentak 2024, pada Selasa (14/6/2022) malam.
Pada tahun 2019, terdapat 800-an petugas pelaksanaan pemilu, seperti Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Bagaimana cara mengantisipasi keselamatan jiwa KPPS pada Pemilu legislatif, Pilpres 2024 dan Pilkada 2024?
Tahapan pemilu akan berlangsung selama 610 hari, sejak resmi dimulai hingga hari H pemungutan suara.
Tribunnews.com mendapat kesempatan melakukan wawancara khusus dengan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, membahas bagaimana persiapan ajang pesta demokrasi lima tahunan tersebut, khususnya antisipasi jatuhnya korban jiwa seperti pemilu yang lalu.
"Ini bukan hanya soal angka, tapi aspek kemanusiannya," ujar Hasyim Asy'ari.
Baca juga: Ketua KPU: Pemilu Itu Bukan Pesta Tapi Kerja Demokrasi, Kalau Pesta Kayak Hura-Hura
Berikut wawancara lengkap Hasyim bersama Vice News Director Tribun Network/Editor In Chief Warta Kota, Domu D. Ambarita, di kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta, Rabu (15/6) lalu.
Yang dilakukan KPU antisipasi menelan korban jiwa seperti pemilu tahun lalu?
Jadi begini ya, kalau orang meninggal itu sudah ada takdirnya. Penyebabnya bisa macam-macam.
Sebagai sebuah perbandingan, pemilu 2014 ada juga sekitar 400an. Dan kemudian di 2019 ada sekitar 600-an.
Ini bukan hanya soal angka, tapi aspek kemanusiannya. Maka berdasarkan evaluasi yang sudah disampaikan pemilu 2019 itu, soal para petugas yang meninggal. Itu ada tim dari UGM, Kemenkes, ada tim dari IDI melakukan riset atau penelitian masing masing.
Baca juga: EKSKLUSIF | Ketua KPU Bicara Komitmen Moral: Allah Memonitor Gerak-gerik Kita, Ada Malaikat Mencatat
Kemudian ada kesimpulannya atau temuannya adalah kecenderungannya yang meninggal itu usianya di atas 50 tahun. Yang kedua kecenderungannya punya komorbid atau penyakit tambahan. Dan kalau kita cek komorbidnya itu diantara hipertensi, serangan jantung, dan gula darah tinggi.
Sudah ada bawaan itu ditambah beban kerja yang tinggi, jadi kerjanya kan gak cuma kerja fisik, terutama teman teman pasti ada tekanan politik, tekanan mental.
Pada saat itu kemudian ada titik presure yang kemudian menjadikan orang drop. Ini yang menjadi priblem. Sehingga berdasarkan pengalaman tersebut, sudah kita adopsi di pilkada 2020 kemaren misalkan dengan situasi covid di 2020 dan juga berdasarkan pengalaman yang lalu, disarankan untuk penyelenggara maksimal 50 tahun.
Baca juga: KPU RI Umumkan 24 Juni Sipol Sudah Bisa Digunakan
Sehat, sehat atau bebas dari komorbid tiga jenis tadi. Itu yang kita adopsi di pilkada 2020, nanti akan kita adopsi lagi untuk persyaratan menjadi penyelenggara yang tadi itu.
Ditambah situasi percovidan, sebisa mungmin vaksin dua kali. Juga merintis kampus kampus kita ini itu kan ada program namanya merdeka belajar. Merdeka belajar itu didorong supaya mahasiswa itu lebih banyak magang.
Dan nampaknya temen-temen kampus banyak yang tertarik membangun kerja sama pemilu dengan KPU.
Ya rata-rata untuk topik ini, menugaskan mahasiswa menjadi anggota KPPS bertugas di TPS nya masing-masing.
Karena ketentuan Undang-Undang Pemilu begini, bahwa anggota KPPS di setiap TPS itu bekerja di domisili yuridis sebagaimana KTP.
Dengan begitu maka, ada beberapa keuntungan di dua pihak. Di satu sisi kampus bisa mempraktekkan magang, dan juga yang membutuhkan program merdeka belajar itu kemudian masuk menjadi petugas KPPS.
Di sisi lain, kami di KPU, mendapatkan suntikan tenaga yang fresh, anak - anak muda, well edu campaign, dan tugasnya di kampung halamannya masing - masing. Karena anggota KPPS kan harus sesuai KTP.
Jadi kampus ketika menugaskan nggak usah kemana-mana, tugasnya di kampung halamannya sendiri-sendiri.
Dan juga sisi lain, temen mahasiswa yang kritis-kritis, kalau kemudian kemarin mengkritisi pemilu, nanti bisa tahu sendiri situasi di lapangannya belajar berpolitik ya, tapi bukan sebagai kontestan.
Pelaksanaan pemilu nasional maupun pilkada menganggarkan Rp76,6 triliun, artinya 300 persen dari pemilu kemarin. Sedikit menyinggung, bagaimana supaya ini berjalan dengan baik?
Pertama begini, jadi dari Rp76,6 triliun itu anggaran untuk tiga tahun karena model penganggaran kita ada tahun anggarannya.
Karena pemilu dilakukan 2022, 2023, 2024, berarti istilahnya kan tahun jamak, multiyears, dan masing-masing tahun komposisi pembiayaannya beda - beda.
Dan sebagian besar dari Rp76,6 triliun, sekitar Rp34,4 triliun atau sekitar 40 persenan itu untuk membiayai honor anggota badan ad hoc, operasional badan ad hoc, dan pembentukan badan ad hoc.
Kalau yang lalu, honor KPPS Rp550 ribu. Nanti kita naikkan jadi tiga kali lipat, Rp1,5 juta. Berarti kan tiga kali lipat.
Maka Rp34,4 triliun di dalam Rp76,6 triliun itu sesungguhnya untuk membiayai badan ad hoc.
KPU ini kan lembaga yang ditugasi menyelenggarakan pemilu, cara berpikirnya adalah pemimpin kenegaraan, presiden, anggota DPR, DPRD, gubernur, wali kota kan untuk jadi melalui proses pemilu yang diselenggarakan
Karena itu prinsip good governance, tata kelola yang baik dan bersih di lingkungan KPU jadi pegangan dan patokan kami.
Itu sudah jadi instrumen dalam undang-undang ya, tentang pengelolaan aset, pengadaan barang dan jasa, kemudian kita rangkum, ada Peraturan KPU tentang tata kelola keuangan, menggunakan model standar pelaporan yang baku, itu dijadikan pedoman bagaimana mengelola tata kelola keuangan KPU serta bagaimana model akuntabilitasnya.
zona integritas, pakta integritas itu jadi sebuah komitmen awal penyelenggara pemilu itu tidak terpengaruh godaan setan yang terkutuk.
Jadi takutnya hanya pada dua hal, pada aturan undang-undang, dan kode etik penyelenggara pemilu.
Komitmen pribadi seorang Hasyim Asy'ari?
Saya meyakini menjadi anggota KPU dimulai dari pengucapan sumpah dan janji atau pelantikan. Di situ dimulai dijadikan catatan 'demi Allah', bagi saya pribadi yang percaya Allah itu kita kan gerak gerik selalu termonitor, terbatas, dan kita meyakini di lengan kiri ada malaikat Roqib-Atid yang ditugaskan untuk mencatat perilaku kita.
Dan kita yakin kalau nanti saatnya ajal, sampai batas di dunia ini, ketika kembali menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa dikalkulasinya kan itu, akuntabilitasnya.
Bagaimana bisa ngelak seperti lembaga di penegakkan hukum kita, kalau ada rekaman CCTV, penyadapan telepon, kalau di pengadilan kan kita nggak bisa ngelak lagi, sama di pengadilan akhirat kira-kira begitu.
Nah ini kan semacam komitmen moral, kalau kita meyakini itu ya insyaallah tidak ada yang lain yang aneh - aneh.
Makanya paling penting itu dimulai dari niat, kita tuh jadi anggota KPU niatnya apa.
Pesan untuk anak muda supaya gemar berorganisasi?
Jadi begini, yang namanya negara harus dikelola dengan baik dan benar, dan kemudian harus dikelola oleh seorang yang punya pengalaman, selain yang punya pengetahuan dan pengalaman.
Dan pengalaman mengelola organisasi besar yang namanya negara itu harus punya keterampilan juga, dimulai dengan mengelola organisasi yang kecil, ruang lingkupnya ada di kampus, di tingkat kabupaten dan seterusnya.
Atau pengalaman mengorganisir masyarakat dengan berbagai macam ragam pandangan, gagasan, kepentingan, pada satu titik tertentu akan memberi manfaat menjadi hikmah kita punya kemampuan untuk mengelola negara yang lebih besar.
Saya kira penting temen-temen muda itu tidak hanya menjadi mahasiswa, masuk kategori pemuda, tapi juga melibatkan diri aktif di dalam organisasi apapun, supaya apa, di situlah kita berlatih.
Prinsipnya, kalau mau pinter ya belajar, kalau mau terampil ya berlatih. Maka ikut organisasi itu sedang melatih diri kita softskill, kemampuan berpikir sistematis, kemampuan untuk public speaking, bicara di depan banyak orang.
Closing statement?
KPU ini kan dikelola manusia biasa, yang masih ada kemungkinan salah, khilaf, oleh karena itu kami di KPU mohon bantuan supaya kalau ada hal yang kurang pas tolong diingatkan, kalau ada kelemahan tolong dibantu supaya kelembagaan KPU semakin kuat.
Dan juga mohon bantuan dengan doa, karena kita manusia biasa hanya bisa ikhtiar. Dengan doa itu menjadi perpaduan. Makin banyak yang mendoakan, itu kemudahan kelancaran keberkahan kita peroleh dalam penyelenggaraan pemilu.