TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Indonesia Politican Review (IPR) Ujang Komarudin menilai pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menyebut istilah koalisi tidak sesuai dengan sistem ketatanegaraan Indonesia yaitu presidensial tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Ujang mengatakan faktanya partai politik (parpol) justru membangun kekuatan dalam konteks kontestasi Pemilu 2024.
Namun di sisi lain, Ujang juga menghormati pernyataan Megawati tersebut.
“Ya tentu itu hak Bu Megawati untuk menyatakan itu tetapi fakta dan kenyataan di kita, partai politik membangun koalisi-koalisi. Jadi kalau memang koalisi tidak diatur dalam undang-undang dan konstitusi memang tidak ada.”
“Tapi itu kan praktek di lapangan yang dilakukan partai-partai politik untuk bisa membangun kekuatan dan memiliki visi yang sama dalam konteks bertarung dan berjuang di Pilpres maupun Pileg,” kata Ujang saat dihubungi Tribunnews, Selasa (21/6/2022).
Selain itu, Ujang menganggap koalisi dibangun oleh parpol itu lantaran adanya aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold sejumlah 20 persen.
Baca juga: Deretan Pernyataan Megawati saat Rakernas PDIP: Soal Koalisi hingga Isu Retak dengan Jokowi
Baca juga: Megawati Soekarnoputri Ancam Pecat Ganjar Pranowo Karena Main Dua Kaki? Ini Kata Sekjen Hasto
Sehingga, menurutnya, adanya aturan tersebut menjadi berdampak kepada fakta di lapangan yaitu adanya koalisi antar parpol.
“Karena aturannya (presidential treshold 20 persen) itu juga berat, harus berkoalisi dengan 2 atau 3 partai maka suka tidak suka koalisi itu harus dibangun.”
“Kalau memang partai politik seperti PDIP sudah mencapai 20 persen (presidential treshold) ya memang itu enak tapi bagi partai-partai lain ketika mereka tidak membangun koalisi, ya mereka tidak bisa mencapreskan diri,” tuturnya.
Sehingga, Ujang menilai jika presidential treshold tidak ada, maka secara otomatis koalisi tidak akan ada.
Diberitakan Tribunenws sebelumnya, Megawati geram dengan pembahasan soal koalisi di internal dan eksternal partainya.
Megawati mengaku bingung dengan adanya istilah koalisi.
Baca juga: Jokowi Ulang Tahun, Ini Ucapan Selamat dari Ganjar hingga Megawati, BEM SI Rayakan dengan Unjuk Rasa
Ia mengatakan sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem presidensial, bukan sistem parlementer.
Sehingga, dalam sistem presidensial seharusnya tidak mengenal sistim koalisi, yang ada adalah kerjasama.
Pernyataan tersebut disampaikan Megawati Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PDIP, Selasa (21/6/2022).
"Karena kita adalah sistem presidensial bukan sistem parlementer, ini yang harus ditegaskan, itu mestinya di-quote (kutip) dengan benar."
"Saya suka bingung, kok bilang koalisi-koalisi, tidak ada, kalau kerjasama, yes."
"Ini ketatanegaraan kita loh! Ini Ketatanegaraan kita!" kata Megawati.
Baca juga: Ketika Megawati Tunjuk-tunjuk Kader PDIP Sambil Mengatakan: Siapa yang Bermanuver? Keluar!
Megawati juga memberi peringatan para kadernya di depan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ia menegaskan dan mewanti-wanti jika ada koalisi di PDIP, maka harus keluar.
Menurutnya, istilah koalisi hanya dikenal di negara yang menganut sistem parlementer dalam pemilihan perdana menteri.
Sementara di Indonesia tidak ada perdana menteri.
"Kalau masih ada yang ngomong di PDIP Perjuangan, urusan koalisi, koalisi, koalisi, out!
"Apa maunya? Kita nggak ada perdana menteri, zaman permulaan ada (sekarang tidak ada)."
"Orang partai harus ngerti, enggak ada koalisi, yang ada kerjasama," kata Megawati.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Milani Resti)
Artikel lain terkait Rakernas PDIP