TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Sarjana Pertanian se-Indonesia (PISPI) berkewajiban untuk selalu mengambil peran dalam memberikan masukan, solusi bahkan aksi di lapangan terkait dengan permasalahan pertanian dan pangan yang dihadapi bangsa ini.
Demikian garis besar dari rangkuman acara Talks Show yang diselenggarapan Badan Pengurus Pusat PISPI pada Minggu (19/6/2022) di Hotel Mangkuluhur, Jakarta.
Hadir sebagai Keynote Speaker Prof.Dr. Arif Satria, SP, M.Si yang juga Rektor IPB University.
Adapun para narasumber yang mewakili berbagai kelembagaan dan institusi seperti Anggota Komisi VI DPR RI Muslim, S.HI, MM, Indonesia Planters Society Dr. Boyke Setyawan S, SP, MM.Agr, Komisioner Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, Koordinator Presidium BPP PISPI Dr. Agus Ambo Jiwo dan Kepala Balitri Kementan RI Dr. Teddy Dirhamsyah serta Sekjen BPP PISPI Kamhar Lakumani, SP.
Baca juga: Ombudsman Lakukan Investigasi, Sekjen PISPI Sebut Ada yang Salah dalam Tata Kelola Minyak Goreng
Prof Arif Satria dalam sambutannya menekankan pentingnya membangun kemandirian pangan bangsa dengan semakin meneguhkan fokus pembangunan pertanian pada enam hal.
Yakni pembangunan pertanian berbasis agromaritim, menguatkan peran desa sebagai lokus pembangunan ekonomi, mengoptimalkan kekuatan green economy, meningkatkan penggunaan digital economy, menguatkan social capital/give economy, menjaga green healty untuk lingkungan, serta terus menggalo potensi inovasi berbasis 4.0.
Untuk mengurai kesemerawutan persoalan sawit dan minyak goreng, Prof Arif mengingatkan bahwa perosalan sawit dan minyak goreng tidak hanya menyangkut tata kelola yang perlu diselesaikan secara holistic, tetapi juga menyangkut dinamika persaingan internal dari pembangunan pertanian itu.
“Kita harus mencari titik optimum bagaimana menjaga keseimbangan dari kebutuhan food, fuel, dan feed dimana ketiganya berbahan baku komoditas pertanian,” tegasnya.
Dr. Agus Ambo Jiwo selaku Koordintaor Presidium BPP PISPI menyampaikan beberapa masukan terkait mengurai sengkarut sawit dan minyak goreng.
Dr. Agus Ambo menjelaskan bahwa sudah saatnya dibuatkan dan dijalankan bagaimana mekanisme pengawasan ketat dan sanksi yang tegas terhadap pabrik kelapa sawit serta eksportir yang melanggar peraturan.
Di samping itu penguatan asosiasi, petani dan BUMN sawit tidak dapat ditunda lagi.
“Saat ini diperlukan program percepatan hilirisasi melalui pabrik berskala UKM dan juga peningkatan peran Perkebunan Besar Negara (PBN) untuk membangun dan memiliki industry pengolahan sawit," katanya.
Dr. Teddy Dirhamsyah, Kepala Balitri Kementan RI, mengamini pernyataan Prof. Arif dan Dr. Agus Ambo Jiwo.
“Sebenarnya dengan kekuatan ilmu pengetahuan dan kemajuan rekayasa teknologi saat ini, maka tidak ada alasan untuk menunda pembangunan pabrik dan industri sawit berkapasitas kecil dan menengah untuk dijalankan oleh petani sawit secara mandiri”, tegasnya.
“Terlebih dengan jumlah petani sawit mandiri mencapai 5 hingga 6 juta petani, saya meyakini bahwa salah satu cara kita dan PISPI mengurai sengkarut sawit dan minyak goreng adalah pembangunan pabrik berkapasitas kecil dan menengah untuk petani kecil dan petani sawit mandiri”, pungkasnya.