Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) digugat Rp 216 miliar.
Pengguggat adalah anak dari obligor BLBI Kaharudin Ongko, Irjanto Ongko.
Gugatan ini dilayangkan Irjanto sebab menilai penyitaan aset yang dilakulan Satgas BLBI melanggar hukum.
Gugatan dilayangkan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, tertanggal 7 Juni 2022.
"Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil dengan nilai sebesar Rp 216.126.084.000 dan ganti rugi imaterial dengan nilai sebesar Rp 1.000," bunyi gugatan mengutip laman PTUN Jakarta Pusat, Kamis (23/6/2022).
Kuasa hukum Irjanto, Fransiska Xr Wahon, menjelaskan bahwa pendaftaran gugatan di PTUN Jakarta dengan nomor perkara 157/G/TF/2022/PTUN.JKT tersebut dilakukan kliennya karena ia menilai Satgas BLBI keliru menafsirkan klausul dalam Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA) yang ditandatangani oleh Kaharudin Ongko dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 18 Desember 1998.
Atas adanya dugaan kekeliruan penafsiran klausul MRNIA, kata Fransiska, selanjutnya Satgas BLBI pada 23 Februari 2022 telah menyita dan memasang plang secara sepihak pada aset milik Irjanto Ongko.
Aset tersebut antara lain tanah yang terletak di Kuningan Timur atas nama Irjanto Ongko seluas 1.825 m2 di Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, berikut bangunan yang ada di atasnya (SHM 553).
Baca juga: Mahfud MD: Hubungan Lapangan Golf dan 2 Hotel Dengan BLBI yang Disita Satgas Sudah Dilacak PPATK
Dan, aset yang terletak di Kuningan Timur atas nama Irjanto Ongko seluas 1.047 m2 di Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, berikut bangunan yang berada di atasnya (SHM 554).
"Sebagai informasi penting bahwa Bapak Irjanto Ongko tidak pernah menjadi ataupun bertindak sebagai obligor dan tidak pernah terlibat urusan BLBI, serta tidak pernah terlibat penandatanganan perjanjian MRNIA tertanggal 18 Desember 1998," jelas Fransiska dalam keterangannya, Rabu (23/6/2022).
Selaku anak Kaharudin Ongko, lanjut Fransiska, Irjanto Ongko juga tidak pernah memanfaatkan atau mempergunakan dana BLBI, serta tidak pernah menerima warisan dalam bentuk apapun yang bisa dikaitkan oleh negara atas aliran dana BLBI.
"Sehingga dan karenanya penyitaan yang telah dilakukan oleh Satgas BLBI adalah tidak sah dan tidak berkekuatan hukum, adapun kepemilikan SHM 553 dan SHM 554 telah dimiliki oleh Bapak Irjanto Ongko sebelum adanya MRNIA," ujar Fransiska.
"Atas adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Satgas BLBI, maka dengan ini Bapak Irjanto Ongko menyerahkan dan mempercayakan sepenuhnya pemeriksaan perkara ini kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang dinilai akan berlaku profesional dan objektif dalam menangani dan memeriksa serta memutus perkara," tambahnya.