Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher mendesak pimpinan DPR segera mengagendakan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sebagai RUU Inisitaf DPR.
Ia berharap pengesahan RUU PPRT sebagai RUU Inisitaf DPR dilakukan dalam sidang paripurna mendatang.
RUU PPRT diketahui telah masuk daftar Prolegnas sejak 2004.
Menurut Netty pengesahan undang-undang ini terhambat karena masih ada fraksi di DPR RI yang belum sepakat untuk membawa RUU PPRT ke sidang paripurna.
"Masih ada persepsi dan sudut pandang yang belum komprehensif tentang sejumlah isu pada RUU PPRT," kata Netty dalam keterangan yang diterima, Jumat (24/6/2022).
Baca juga: Anggota Komisi VI DPR Minta Mendag Lanjutkan Program Minyak Goreng Curah Rakyat
Padahal, lanjut Netty, isu dalam RUU PPRT ini menyangkut jaminan pelindungan profesi pekerja rumah tangga yang selama ini belum diakui dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia.
"Prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial untuk seluruh rakyat mengharuskan negara memiliki undang-undang yang dapat menjamin dan memayungi hak mereka. Jangan sampai prinsip ini tercederai karena penundaan pengesahannya," ucapnya.
Menurut Netty, pengesahan RUU PPRT akan membuka akses pekerja rumah tangga terhadap semua paket bantuan sosial pemerintah.
Baca juga: DPR Desak Pemerintah Terus Melobi Kerajaan Arab Saudi Agar Bangun RS Haji Indonesia di Tanah Suci
"Faktanya, PRT tergolong orang miskin dan tidak mampu yang berhak mendapat bantuan dari negara, namun selama ini belum terdaftar," katanya.
Selain itu, kata Netty, adanya undang-undang PPRT akan berdampak pula pada pelindungan pekerja rumah tangga dari kekerasan, jaminan kebebasan membentuk perkumpulan atau serikat pekerja, serta pengaturan hak kewajiban pekerja dan pemberi kerja secara adil dan proporsional.
Lebih lanjut Netty mengatakan, penundaan pengesahan RUU PPRT menyebabkan beragam persoalan terkait pekerja rumah tangga akan makin kompleks dan bertumpuk.
Baca juga: Ketua DPR: Presiden yang Akan Datang Harus Teruskan Pembangunan IKN Nusantara
"Kita harus mulai mengurai benang kusut persoalan PRT, semisal eksploitasi dan kekerasan yang dialami pekerja, kesewenangan penyedia jasa, kesimpangsiuran jam kerja, pengabaian perhitungan upah, termasuk masalah keluhan atau kerugian pemberi kerja akibat pekerja rumah tangga yang kurang terlatih," katanya.
Masa pembahasan yang sudah mencapai 18 tahun, menurut Netty, membuat banyak pihak menanti sikap tegas Bamus dan pimpinan DPR untuk segera mengesahkan RUU PPRT.
"Perhatian publik terhadap isu ini cukup besar. Keterlibatan media sosial juga cukup luas. Jangan sampai Badan Musyawarah dan pimpinan DPR RI dinilai publik sebagai penghambat penjadwalan RUU PPRT di sidang paripurna,” ujarnya.