Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI mengungkap alasan berkas perkara bos Indosurya Henry Surya dan dua tersangka lainnya terkait kasus investasi bodong mandek dan tak kunjung lengkap (P21) yang berujung bebasnya dari Rutan Bareskrim Polri.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana mengungkapkan bahwa berkas tersebut masih belum kunjung lengkap karena penyidik Bareskrim Polri belum memperbaiki berkas perkara sesuai petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Pemberian petunjuk oleh penuntut umum dalam setiap perkara itu hal yang biasa, apalagi kasus Indosurya yang begitu kompleks permasalahannya di samping menyangkut korban masyarakat yang banyak tapi juga terkait dengan kerugian yang begitu besar," kata Ketut Sumedana saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (27/6/2022).
Menurutnya, Jaksa Peneliti tidak pernah berniat mengulur waktu pemberkasan yang berujung Henry Surya Cs bebas dari Rutan Bareskrim Polri.
Baca juga: Polri dan Kejaksaan Didesak Percepat Melengkapi Berkas Persidangan Bos KSP Indosurya Henry Surya
Sebaliknya, pihaknya tak pernah mengada-ada dalam memberikan petunjuk perbaikan berkas.
"Kita juga tidak ingin mengulur waktu apalagi mengada-ada dalam memberikan petunjuk, semua kita lakukan untuk kepentingan perlindungan dari hak-hak para korban," ungkap dia.
Di sisi lain, Ketut membantah bahwa perbaikan berkas perkara yang diminta JPU adalah meminta 14.600 korban Indosurya diperiksa.
Ia menyatakan hal tersebut dipastikan tidak benar alias hoax.
"Saya tegaskan tidak ada petunjuk yang menyuruh memeriksa korban seluruhnya, memeriksa satu persatu sebanyak 14.600 korban," tegasnya.
Ketut kemudian menjelaskan perbaikan berkas perkara yang diminta JPU kepada penyidik Bareskrim Polri.
Adapun JPU hanya meminta jumlah pasti korban dalam kasus Indosurya.
"Yang ada mengungkap seluruh korban karena hal ini menyangkut hak korban berapa jumlah kepastian korbannya hingga menyebabkan kerugian yang begitu fantastik sebesar Rp 16 triliunan, sehingga ada sinkronisasi antara jumlah korban dan kerugian," ungkapnya.
"Jangan sampai seperti kasus yang terjadi di suatu daerah jumlah kerugian di berkas hanya puluhan miliar tapi yang terbukti di persidangan sampai Rp 12 triliun. Yang kita inginkan itu validasi berdasarkan data dan fakta bukan asumsi," sambungnya.
Baca juga: Dibebaskan dari Tahanan, Bareskrim Polri Cekal Bos Indosurya, Wajib Lapor Seminggu 2 Kali
Oleh sebab itu, Ketut mengaku tak mau pihaknya disalahkan seolah dengan sengaja menghambat proses pemberkasan.