Terkait pasal dalam RKUHP soal pelecehan pengadilan, sejumlah pihak mengungkapkan kecemasan bahwa para hakim dan Mahkamah Agung (MA) akan antikritik dengan keberadaan aturan itu.
Aliansi Nasional Reformasi KUHP khawatir keberadaan pasal dimaksud justru membuka celah pemidanaan bagi masyarakat dan juga jurnalis serta membungkam demokrasi.
Baca juga: Draf RKUHP: Perempuan Aborsi Dipidana 4 Tahun Penjara, Kecuali Korban Pemerkosaan
Sementara itu, Tim ahli penyusun RUU KUHP yang juga merupakan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Markus Priyo Gunarto mengungkapkan pasal dimaksud tidak mengurangi/membatasi kebebasan pers.
Hal itu disampaikan Markus dalam agenda sosialisasi RUU KUHP di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Juni tahun lalu.
"Yang dimaksud dengan yang dipublikasikan secara langsung misalnya adalah live streaming, audio visual yang tidak diperkenankan. Nah, tentu saja ini tidak mengurangi kebebasan jurnalis atau wartawan untuk menulis berita atau mempublikasikannya," ujar Markus.
"Kenapa ini perlu diatur? Karena dalam praktik persidangan itu kan kadang ada beberapa saksi yang harus diperiksa. Nah, nanti kalau dibolehkan live streaming tanpa izin dari hakim, itu saksi yang akan diperiksa kemudian itu sudah mengetahui keterangan-keterangan yang disampaikan oleh saksi yang sebelumnya," katanya.