Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Miftahul Munir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus penembakan di kediaman rumah dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo menunjukan sebuah kejanggalan pada Jumat (8/7/2022) sore.
Sebab, kasus itu terjadi ketika sopir pribadi istri Ferdy Sambo, Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat masuk ke dalam rumah dan tampa penjelasan pasti ditegur oleh Bharada E.
Kemudian Brigadir Yosua mencabut senjata apinya dan menembakan peluru ke arah Bharada E tapi tak kena.
Akhirnya, Bharada E melakukan tembakan balasan mengenai beberapa bagian tubuh Brigadir Yosua hingga tewas di lokasi.
Padahal dalam kepangkatan, Brigadir lebih tinggi dari Bharada dan tak sepatutnya pria berinisial E itu menegur Yosua.
Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto mengatakan, secara kedinasan Polri pangkat Bharada adalah paling rendah di Tamtama.
Sehingga tak mungkin, seorang anggota Polri yang tingkatan pangkat rendah berani menegur pangkat lebih tinggi.
"Bharada itu kan prajurit dua (kalau istilah TNI), itu kan dari Tamtama, kalau Brigadir itu kan dari Bintara," tuturnya.
Tamtama pada tahun di bawah 2000 ke bawah diperuntukan bagi masyarakat yang ingin masuk anggota Polri dari tamatan SMP.
Sedangkan Bintara sejak dahulu harus lulus SMA dan mengenyam pendidikan di Lido selama tujuh bulan.
Sementara, pendidikan untuk anggota Polri dari penerimaan Tamtama selama satu tahun karena akan ditempatkan di Batalyon.
Baca juga: Diminta Terlibat di Kasus Baku Tembak Ajudan Ferdy Sambo, Komnas HAM Apresiasi Pernyataan Kapolri
"Kalau sekarang kan tidak ada yang lulusan SMP, masuk polisi semuanya minimal SMA meskipun Tamtama," terangnya.
Menurut Bambang, pangkat Bharada memang diperbolehkan menjadi ajudan perwira tinggi tergantung rekomendasi dari Pimpinan.
Tapi tugas utama anggota polisi dari Tamtama hanya bertugas membantu di rumah pejabat Polri saja bukan mengawal ke tempat-tempat kunjungan.
"Dia bisa naik ke Brigadir sesuai dengan masa dinasnya," ucap Bambang.
Bambang melanjutkan, sesuai dengan aturan atau SOP kepolisian, Bharada tidak diperkenankan membawa senjata api.
Meskipun Bharada menjadi ajudan pejabat Polri, tapi tidak boleh memiliki senjata api kedinasan terutama laras pendek.
"Tapi tergantung juga, pimpinannya memberikan izin dengan alasan-alasan tertentu," jelasnya.
Ia pun mempertanyakan Bharada E membawa senjata api di rumah dinas dan tidak dalam rangka pengamanan atau pengawalan Kadiv Propam Mabes Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo.
Karena pelaku adalah level kepangkatan paling bawah di kepolisian yaitu Bhayangkara Dua (Bharada).
"Ini yang menjadi persoalan kenapa di rumah dinas dia membawa senjata api," ungkapnya.
Sebelumnya, Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto merasa aneh dengan pernyataan dari Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan terkait kasus penembakan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat.
Sebab, Ahmad menyampaikan penembakan itu karena ketidakterimaan Nopryansah ditegur oleh Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Baca juga: Brigadir J Tewas di Rumah Kadiv Propam, Kapolri Jenderal Listyo Tolak Sanksi Nonaktifkan Ferdy Sambo
Lelaki dengan sapaan Yosua itu tewas dengan luka enam tembakan di beberapa bagian tubuhnya.
Menurut Bambang, pernyataan Brigjen Ramadhan itu tidak masuk akal karena merasa aneh seorang ajudan berani melecehkan istri bosnya.
Mengingat, Yosua sudah dua tahun melakukan pengawalan kepada istri jenderal bintang dua tersebut.
"Kalau pun muncul tembak-tembakan itu juga tidak masuk akal, apakah tidak ada saksi lain di rumah dinas itu," kata Bambang.