TRIBUNNEWS.COM - Resesi adalah suatu perlambatan atau kontraksi besar-besaran dalam sebuah kegiatan ekonomi.
Dengan kata lain, penurunan yang signifikan dalam pengeluaran umumnya mengarah ke resesi.
Perlambatan kegiatan ekonomi seperti itu dapat berlangsung selama beberapa kuartal sehingga benar-benar menghambat pertumbuhan ekonomi.
Dalam situasi seperti itu, indikator ekonomi seperti Produk Domestik Bruto (PDB), laba perusahaan, lapangan kerja, dan lainnya dalam keadaan jatuh.
Ini menciptakan kekacauan di seluruh sektor perekonomian, dikutip Tribunnews dari The Economic Times.
Untuk mengatasi ancaman tersebut, perekonomian di suatu negara umumnya bereaksi dengan melonggarkan kebijakan moneter mereka dengan memasukkan lebih banyak uang ke dalam sistem, yaitu dengan meningkatkan jumlah uang beredar.
Baca juga: 6 Dampak Resesi, Jumlah Pengangguran Meningkat dan Persaingan Kerja yang Ketat
Dikutip dari Forbes resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Para ahli menyatakan resesi ketika ekonomi suatu negara pendapatan produk domestik bruto (PDB)-nya mengalami negatif.
Selain itu di negara tersebut terjadi peningkatan pengangguran, penurunan penjualan ritel, dan ukuran pendapatan dan manufaktur yang berkontraksi untuk jangka waktu yang lama.
Singkatnya, selama resesi, ekonomi berjuang, orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat penjualan lebih sedikit dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun,
Pada tahun 1974, ekonom Julius Shiskin mengemukakan beberapa aturan praktis untuk mendefinisikan resesi.
Dan yang paling populer adalah adalah penurunan PDB selama dua kuartal berturut-turut.
Ekonomi yang sehat berkembang dari waktu ke waktu, sehingga dua kuartal berturut-turut dari output yang berkontraksi menunjukkan ada masalah mendasar yang serius, menurut Shiskin.
Definisi resesi ini menjadi standar umum selama bertahun-tahun.