TRIBUNNEWS.COM - Penerbangan Pesawat latih tempur T-50i Golden Eagle TT 5009 yang terbang untuk latihan malam, Senin (18/7/2022) ternyata menjadi penerbangan terakhir pilot Allan Syafitra Indera.
TNI AU mengkonfirmasi pesawat tersebut jatuh di Desa Nginggil, Kecamatan Kradenan, Blora.
Sebelumnya, pesawat itu berangkat dari Lanud Iswahjudi Madiun, Jawa Timur pukul 18.24 WIB untuk melakukan latihan terbang malam.
Lantas siapa Lettu Penerbang (Pnb) Allan Safitra Indra Wahyudi?
Berikut profil singkat Allan Syafitra Indera yang meninggal dunia saat berlatih menerbangkan pesawat tempur T-50i Golden Eagle TT 5009.
Mengutip Tribunnews.com, Kepala Dinas Penerangan TNI AAU Marsma Indan Gilang Buldansyah, Selasa (19/7/2022) mengatakan kejadian ini menyisakan duka yang sangat mendalam bagi keluarga dan segenap anggota TNI AAU.
Baca juga: Apa Itu Night Tactical Intercept? Misi dari Pesawat Tempur T-50i Golden Eagle sebelum Jatuh di Blora
Lettu Allan adalah perwira penerbang lulusan AAU tahun 2015.
Ia kemudian melanjutkan sekolah penerbang TNI AU tahun 2017.
Allan meninggalkan seorang istri dan anak yang masih balita.
Allan sebenarnya sudah memiliki puluhan jam terbang menggunakan pesawat T-50i Golden Eagle.
Ia merupakan penerbang pesawat T-50i Golden Eagle lulusan Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi pada tahun 2018 silam.
Kelulusan Lettu Pnb Allan Safitra ditandai dengan acara tradisi terbang solo pada 27 Oktober 2018.
Mengutip Tribun-Medan.com, ketika itu, Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi hanya meluluskan 2 penerbang tempur pesawat T-50i Golden Eagle.
Keduanya, yakni Lettu Pnb Allan Syafitra dan Lettu Pnb Laksamana Hasnan Tri Pamungkas.
Sebelum menjadi awak pesawat T-50i, Lettu Pn Allan telah berpengalaman menerbangkan pesawat jenis Propeller.
Baca juga: Pengamat Militer sebut Peristiwa Jatuhnya Pesawat Latih Tempur Sudah Kali Ke-3, Sejak 2013
Pesawat Ketiga yang Jatuh
Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menjelaskan peristiwa jatuhnya pesawat latih tempur di Blora, Jawa Tengah.
Fahmi menjelaskan peristiwa naas ini sudah kali ketiga, sejak pesawat ini didatangkan oleh pemerintah.
Yakni sejak datangnya 16 unit pesawat hasil kerja sama Korea Selatan dan Amerika Serikat itu, pada kurun waktu 2013 hingga 2014.
Mengutip Tribunnews.com, Fahmi mengatakan insiden pertama terjadi pada Desember 2015.
"Sahabat saya, Letkol Marda Sarjono dan Co-Pilotnya, Kapten Dwi Cahyadi, gugur dalam kecelakaan itu," kata Fahmi.
Insiden kedua, lanjut Fahmi, terjadi pada Agustus 2020.
Baca juga: UPDATE Pesawat TNI AU yang Jatuh di Blora: Berikut Spesifikasi Pesawat hingga Kondisi sang Pilot
Pesawat tergelincir di Lanud Iswahjudi Madiun hingga menyebabkan tewasnya Pilot Letkol Luluk Teguh Prabowo, setelah tiga pekan dirawat di rumah sakit.
Setelah insiden kedua itu, 14 pesawat yang tersisa menjalani pemeriksaan dan perawatan untuk memastikan kelayakannya.
Namun ternyata, lanju Fahmi, sebuah insiden kembali terjadi pada Agustus 2021.
"Sebuah komponen pesawat dilaporkan jatuh pada saat terbang latih di wilayah udara Jawa Timur. Bersyukur, pilot dan pesawat mendarat dengan selamat," lanjut Fahmi.
Hingga akhirnya pesawat latih T-50i Golden Eagle TNI AU jatuh di Blora, Jawa Tengah, pada Senin (18/7/2022) kemarin malam.
Pesawat tersebut sempat dilaporkan hilang kontak sekira satu jam setelah mengudara dari Lanud Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur.
Fahmi sebelumnya sempat melihat dan mendengar gemuruh pesawat, sesaat setelah lepas landas dan mengudara di atas Kota Madiun.
"Siapa mengira itu adalah gemuruh dan penerbangan terakhir bagi TT5009 dan sang pilot muda, Letnan Satu Penerbang Allan Syafitra Indera, yang belum lama melepas masa lajangnya," kata Fahmi.
Atas insiden ini, Fahmi turut merasakan duka dan keprihatinan mendalam.
Baca juga: TNI AU Kirim Tim untuk Evakuasi Pesawat T-50i Golden Eagle yang Jatuh di Blora
Usia Pesawat
Mengenai musibah itu, Fahmi menjelaskan banyak faktor penyebabnya.
Tidak hanya karena usia, pesawat dapat pula jatuh karena terjadi human error dalam penerbangan.
Di luar kemungkinan human error dalam penerbangan maupun kelalaian dalam persiapan penerbangan, ada masalah cuaca, problem teknis menyangkut mekanik maupun avionik, atau bahkan kelalaian dalam pemeliharaan.
"Untuk mengetahuinya secara pasti, tentunya harus menunggu hasil investigasi," kata Fahmi.
Meskipun, peluang dibukanya informasinya ke publik sangat kecil, Fahmi berharap pemerintah dapat menggunakan hasil investigasi itu sebagai bahan evaluasi.
Terlebih sebagai pertimbangan dalam kebijakan yang menyangkut tata kelola alutsista baik soal pengadaan, penggunaan, pemeliharaan maupun pengembangan kapasitas SDM yang terlibat dalam pengelolaannya.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Malvyandie Haryadi/Gita Irawan)(Tribun-Medan.com/Mustaqim Indra Jaya)