TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam kunjungan kerja di Jepang mengadakan pertemuan dengan Kaneko Genjiro, Minister of Agriculture, Forestry and Fisheries (MAFF).
Pada kesempatan tersebut, sejumlah isu yang sangat penting dibahas antara Menko Airlangga dengan Menteri Genjiro, terutama yang terkait dengan masih adanya kendala dalam ekspor produk perikanan dan pertanian Indonesia ke Jepang, serta penyelesaian isu terkait ekspor produk Jepang ke Indonesia.
Masih adanya pending issues mengenai akses pasar produk perikanan Indonesia ke Jepang dalam kerangka General Review (GR) IJEPA, khususnya terkait eliminasi 4 pos tarif komoditi Ikan Tuna Kaleng dari Indonesia, Pemerintah Indonesia sangat berharap adanya dukungan dan komitmen dari Pemerintah Jepang untuk dapat memberikan eliminasi 4 pos tarif Ikan Tuna Kaleng tersebut, dalam kerangka General Review IJEPA.
Isu ini telah dibahas juga dalam forum Public Private Dialogue Track 1.5 antara Indonesia dengan Jepang, dan disampaikan bahwa penyelesaian isu ini agar dapat dilakukan melalui GR IJEPA.
Sebagaimana telah dibahas di berbagai forum, sampai saat ini pihak Jepang masih belum memberikan persetujuan atas permintaan eliminasi 4 pos tarif Ikan Tuna Kaleng Indonesia ini.
Sedangkan Indonesia telah melakukan relaksasi berbagai aturan investasi sebagaimana diminta oleh Jepang, yang telah ditampung dalam program reformasi regulasi melalui UU Cipta Kerja.
Jepang memberikan preferensi tarif Bea Masuk sebesar 0 persen kepada Thailand, untuk 4 Pos Tarif Ikan Tuna Kaleng tersebut, sedangkan untuk Indonesia masih dikenakan tarif BM sebesar 7 % . Nilai ekonomi dari 4 pos tarif Ikan Tuna Kaleng Indonesia tersebut pada ekspor ke Jepang (data tahun 2020) yaitu sebesar USD 73,8 juta (12 % dari total nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke Jepang).
Menko Airlangga menyampaikan, “Pemerintah Indonesia sangat mengharapkan agar Pemerintah Jepang dapat menyetujui eliminasi 4 Pos Tarif komoditi Ikan Tuna Kaleng, dan dapat memberikan tarif bea masuk sebesar 0 % , memngingat nilai ekspornya cukup besar.”
Terkait dengan ekspor Buah Pisang dari Indonesia ke Jepang, saat ini memang kuota ekspor sudah tidak dibatasi dan dikenakan Bea Masuk sebesar 10 % - 20 % , relatif hampir sama dengan negara lain di Kawasan ASEAN.
Namun, untuk mendapatkan fasilitas Pembebasan Bea Masuk (BM= 0 % ), diberikan kuota jumlah yang sangat kecil yaitu hanya sebanyak 1.000 Ton per tahun. Diharapkan dari MAFF Jepang untuk dapat memberikan peningkatan kuota yang mendapat Pembebasan BM, menjadi sebesar 4.000 Ton per tahun, sesuai dengan yang diminta Indonesia pada saat perundingan IJEPA.
Menko Airlangga kembali meminta kepada Menteri Genjiro agar MAFF Jepang memberikan tambahan kuota untuk ekspor Pisang Indonesia yang mendapatkan fasilitas Pembebasan BM.
“Perlu diberikan tambahan kuota ekspor Pisang Indonesia yang dapat memperoleh Pembebasan Bea Masuk di Jepang, mengingat potensi ekspor Pisang dari Indonesia yang sangat besar,” disampaikan Menko Airlangga kepada Menteri Genjiro.
Sedangkan mengenai ekspor Buah Nanas dari Indonesia ke Jepang, saat ini juga sudah tidak ada kuota pembatasan ekspor, dan di Jepang dikenakan Bea Masuk sebesar 10 % -20 % sama dengan negara-negara lain.
Kendalanya juga terkait dengan persyaratan untuk dapat memperoleh pembebasan BM, yaitu adanya persyaratan dengan berat maksimal 900 gram per buah dan kuota maksimal hanya sebesar 500 Ton per tahun.