TRIBUNNEWS.COM - Malam 1 suro dalam tradisi Jawa merupakan malam yang dianggap sakral.
Istilah Suro adalah penyebutan yang berasal dari 'Asyura (bahasa Arab) yang berarti kesepuluh.
Suro kemudian menjadi bulan permulaan hitungan dalam takwim Jawa.
Sementara Suro dipahami oleh masyarakat Islam sebagai bulan Muharram.
Bagi umat Islam, bulan Muharram termasuk salah satu bulan suci, di mana oleh Rasulullah, umat Islam diperintahkan untuk berintrospeksi diri (muhasabah), baik untuk tahun yang telah lewat maupun tahun yang akan datang.
Ritual mujahadah, doa, bersedekah dalam tradisi Jawa termasuk selamatan, kenduri, bertapa, dan sejenisnya memiliki akar tegas dalam tradisi keberagaman Islam yang bercorak Jawa, dikutip dari Uin Malang.
Baca juga: Soal Postingan Nindy Ayunda Berkebaya Hitam di Instagram, Desainer: Buat Merayakan Malam Satu Suro
Sejarah Malam 1 Suro
Istilah malam 1 Suro adalah nama lain dari malam 1 Muharam dalam penanggalan Hijriah.
Penanggalan Jawa dan kalender Hijriah memiliki korelasi dekat, khususnya sejak zaman Mataram Islam di bawah Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645).
Penanggalan Hijriah memang di awali bulan Muharam, yang oleh Sultan Agung dinamai bulan Suro.
Saat itu, Sultan Agung berinisiatif mengubah sistem kalender Saka yang merupakan kalender perpaduan Jawa asli dengan Hindu.
Ia kemudian menggabungkannya dengan penanggalan Hijriah.
Hal ini memang sangat unik mengingat kalender Saka berbasis sistem lunar atau Matahari sementara Hijriah pergerakan Bulan.
Baca juga: Bentara Budaya Gelar Workshop Melukis di Atas Daun Kering, Berharap Tercipta Pergaulan Kreatif
Kalender Hijriah banyak dipakai oleh masyarakat pesisir yang pengaruh Islamnya kuat.