Sedangkan kalender Saka banyak digunakan oleh masyarakat Jawa pedalaman.
Sultan Agung ingin mempersatukan masyarakat Jawa yang pada waktu itu agak terpecah antara kaum Abangan (Kejawen) dan Putihan (Islam).
Dalam kepercayaan Kejawen, bulan Suro memang dianggap istimewa.
Penganut Kejawen percaya bulan tersebut merupakan bulan kedatangan Aji Saka ke Pulau Jawa.
Aji Saka kemudian membebaskan rakyat Jawa dari cengkeraman mahluk gaib raksasa.
Selain itu bulan ini juga dipercayai sebagai bulan kelahiran huruf Jawa.
Baca juga: Menteri Bahlil dan Gibran Ikut Kirab Budaya di Sela Forum G20 Indonesia
Makna Simbol Ritual Malam 1 Suro Tradisi Jawa dan Islam-Jawa
Bagi muslim Jawa, bulan Suro merupakan salah satu bulan keramat, menurut buku Misteri bulan Suro: perspektif Islam Jawa oleh Muhammad Sholikhin.
Di samping karena pengaruh Islam, Suro dianggap keramat karena secara tradisi masyarakat Jawa merupakan bulan penentu perjalanan hidup.
Sehingga, bagi masyarakat muslim Jawa, pada bulan tersebut disarankan untuk meninggalkan berbagai perayaan duniari untuk menyatukan sedulur papat lima pancer, dan fokus kepada Allah.
Bagi masyarakat muslim Jawa, ritualitas sebagai wujud pengabdian dan ketulusan penyembahan kepada Allah.
Sebagian ritual ini diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol ritual yang merupakan ekspresi pengejawantahan dari penghayatan dan pemahaman akan "Realitas Yang Tak Terjangkau", sehingga menjadi "Yang Sangat Dekat".
Masyarakat Jawa menggunakan simbol-simbol ritual untuk menyatu dengan Tuhan.
Simbol ritual dipahami sebagai perwujudan maksud dirinya sebagai manusia merupakan tajalli, atau bagian yang tidak terpisahkan dari Tuhan.