Simbol-simbol ritual tersebut di antaranya adalah ubarampe (piranti dalam bentuk makanan), yang disajikan dalam ritual selamatan (wilujengan), ruwatan, dan sebagainya.
Hal itu merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Upaya pendekatan diri melalui ritual sedekahan, kenduri, selamatan, dan sejenisnya tersebut merupakan bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak.
Hal itu terkadang juga dimaksudkan sebagai upaya negosiasi spiritual sehingga segal ahal gaib yang diyakini berada di atas manusia tidak akan menyentuhnya secara negatif.
Sebagian dari simbol-simbol ritual dan simbol spiritual yang diaktualisasikan oleh masyarakat Jawa mengandung pengaruh asimilasi antara Hindu-Jawa, Budha-Jawa dan Islam-Jawa yang menyatu dalam wacana kultural mistik.
Asimilasi ini juga terdapat pada ritual membakar kemenyan, yang diniatkan sebagai "talining iman, urubing cahya kumara, kukuse ngambah swarga, ingkang nampi Dzat ingkang Maha Kuwaos" (sebagai tali pengikat keimanan. Nyalanya diharapkan sebagai cahaya kumara, asapnya diharapkan sebagai bau-bauan surga, dan agar diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa).
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Malam 1 Suro