Adapun jaksa mendakwa pemberian suap itu diberikan secara bertahap dalam kurun waktu bulan Oktober 2021 hingga tahun 2022.
Uang suap yang diberikan itu mulai dari Rp10 juta, hingga Rp100 juta, berdasarkan permintaan pegawai BPK tersebut.
Menurut jaksa, Ade Yasin menyiapkan uang untuk suap itu bersama-sama dengan anak buahnya di lingkungan Pemkab Bogor.
Jaksa menyebut uang yang dikumpulkan Ade Yasin bersama para anak buahnya itu berasal dari sejumlah satuan kerja perangkat daerah di Pemkab Bogor.
"Antara lain Dinas PUPR, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, BAPPEDA, RSUD Ciawi, RSUD Cibinong dan juga dari para kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek di lingkungan Pemkab Bogor," ungkap surat dakwaan.
Jaksa menjelaskan Ade Yasin mengarahkan agar LKPD tahun anggaran 2021 itu harus mendapatkan opini WTP seperti tahun sebelumnya.
Pasalnya LKPD TA 2021 itu dinilai sangat buruk oleh pegawai BPK dan berpotensi disclaimer.
"Opini WTP merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemkab Bogor untuk mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID) yang berasal dari APBN," tulis surat dakwaan.
Jaksa menyebut perbuatan para pemeriksa BPK perwakilan Jabar tersebut bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta Pasal 6 Ayat (2) huruf c dan k Peraturan BPK Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kode Etik BPK.
Sementara itu, Ade Yasin dkk selaku pemberi suap didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.