Sehingga semakin transparan, terbuka dan berorientasi partisipatoris. Itu karena badan publik juga menganggap digitalisasi memudahkan upaya melibatkan partisipasi masyarakat memitigasi pencegahan dampak pandemi dengan kemudahan akses informasi anjuran menghadapi wabah Covid-19 beserta implikasi ekonominya.
Namun Arya menyebutkan bahwa faktor digitalisasi informasi ini juga punya implikasi kepada daerah yang masih belum mumpuni dari segi teknologi informasi sehingga pelayanan informasinya belum maksimal.
Kemudian yang ketiga ialahkesenjangan disparitas persepsi antara masyarakat dengan badan publik.
Arya menuturkan dispatritas persepsi itu terbukti dengan nilai 30 daru 34 provinsi masuk kategori sedang dalam keterbukaan informasi.
“Ini bukti bahwa masyarakat baik pegiat sosial ataupun pelaku usaha secara kritis masih melihat lemahnya komitmen mayoritas pemerintah daerah, baik dalam prioritas anggaran, SDM, ataupun sarana layanan informasi,” ujarnya.
Dijelaskan bahwa nilai IKIP per provinsi menunjukkan baru tiga provinsi yang memiliki nilai kategori baik yaitu Jawa Barat (81,93), Bali (80,99), dan NTB (80,49).
Sementara yang masuk kategori sedang adalah yang terbanyak yaitu, 30 provinsi, dan tersisah 1 provinsi dengan kategori nilai buruk, yaitu Provinsi Maluku Utara (58,49).
Kendati demikian, Arya mengapresiasi KIP RI terutama diantaranya kepada Kemenpolhukam, Kemendagri, dan Bapennas, yang telah mendorong peningkatan IKIP.
“Ini akan mengonsolidasikan Kepala Daerah untuk merespon rekomendasi IKIP; Kemendagri yang terus berkomitmen menyertai daerah kian meningkatkan Keterbukaan Informasi; juga Bapennas yang terus menajamkan dorongan pencapaian target IKIP di tahun ke depan,” ujarnya.