Presiden Jokowi meminta menteri terkait untuk menggelar diskusi secara masif terhadap 14 masalah tersebut.
“Sehingga kami diminta untuk mendiskusikan lagi secara masif dengan masyarakat untuk memberi pengertian dan justru minta pendapat dan usul-usul dari masyarakat,” katanya.
Mahfud MD mengatakan diskusi dan masukan dari simpul simpul masyarakat sangat penting karena hukum itu adalah cermin kesadaran hidup masyarakat. Sehingga, Hukum yang akan diberlakukan harus mendapatkan pemahaman dan persetujuan dari masyarakat.
“Itu hakikat demokrasi dalam konteks pemberlakuan hukum,” pungkasnya.
Baca juga: Jika DPR Tidak Resmi Merilis RUU KUHP ke Publik, Ketua AJI Indonesia Akan Kirim Gugatan ke KIP
Diskusi publik yang dilakukan pemerintah terhadap 14 masalah ini sebenarnya sudah dilakukan sebelumnya.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah merampungkan rangkaian diskusi publik Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) di Hotel JS Luwansa Jakarta pada Senin (14/6/2021).
Namun diskusi terhadap 14 masalah tersebut belum menemui titik temu.
Adapun 14 substansi dalam RKUHP yang menuai sorotan di masyarakat tersebut di antaranya penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin, contempt of court, unggas yang masuk dan merusak kebun yang ditaburi benih, advokat yang curang, penodaan agama, penganiayaan hewan, kontrasepsi, perzinahan, kohabitasi, penggelandangan, aborsi, dan perkosaan.