TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumlah dana masyarakat yang diduga diselewengkan oleh para petinggi dan mantan petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ternyata lebih banyak dari yang selama ini diungkapkan polisi.
Dari hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dana yang masuk ke rekening milik Yayasan ACT mencapai Rp 1,7 triliun.
Namun, setengahnya justru kemudian mengalir ke kantong pribadi atau entitas yang masih terafiliasi pihak-pihak di ACT.
Nilainya hampir separuh dari dana masuk atau sekitar Rp 850 miliar.
”Jadi PPATK melihat ada Rp 1,7 triliun uang mengalir ke ACT, dan kita melihat lebih dari 50 persennya itu mengalir entitas yang terafiliasi kepada pihak-pihak pribadi,” kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana usai bertemu Menteri Sosial Tri Rismaharini di kantor Kementerian Sosial (Kemensos), Kamis (4/8/2022).
Baca juga: Terungkap, Ini Rician Dana Korban Lion Air JT-610 Sebesar Rp 68 Miliar yang Diduga Diselewengkan ACT
Ivan tidak merinci durasi waktu transaksi ACT yang dipantau PPATK itu.
Ia hanya menyebut bahwa sudah ada 843 rekening terkait ACT yang sudah diblokir.
Termasuk rekening Koperasi Syariah 212 yang diduga turut menerima aliran dana Rp 10 miliar dari ACT.
“Sudah kami blokir. Sudah diblokir,” kata Ivan.
Terkait entitas yang terafiliasi pengurus ACT, PPATK juga turut memantau.
Menurut Ivan, para pihak itu diduga mempunyai sejumlah usaha yang kemudian menerima dana dari ACT.
Dana itu kemudian diduga dipakai untuk keuntungan pribadi.
”Kelompok-kelompok kegiatan usaha di bawah entitas A ini, itu dimiliki oleh terafiliasi kepada para pemilik di A tadi. Jadi kita melihat ada kepentingan itu buat pembayaran kesehatan, buat pembelian vila, pembelian apa, pembalikan rumah, pembelian aset dan segala macam yang memang tidak diperuntukkan untuk kepentingan sosial," ungkap Ivan.
Yayasan Serupa
Tak hanya ACT, Ivan menyebut ada ratusan yayasan lain yang diduga melakukan modus serupa.
Dalam pantauan PPATK setidaknya ada 176 yayasan lain yang diduga melakukan penyelewengan dana seperti ACT.
”Ada 176 entitas yayasan lainnya yang kemudian kami serahkan kepada Beliau [Menteri Sosial, Tri Rismaharini] untuk diperdalam, selain yang terkait dengan kasus yang sedang marak sekarang yang ditangani oleh teman-teman Bareskrim," kata Ivan.
Dia mengatakan, 176 lembaga ini bekerja seperti layaknya ACT.
Menghimpun dana, dan diduga penggunaannya tak seperti seharusnya.
"Jadi kita masih menduga ada lembaga-lembaga lain yang memiliki kegiatan serupa (dengan ACT) dan status himpunan tadi salah satu di antaranya, kurang lebih seperti itu. Rata-rata memang modusnya adalah sama ya, penggunaan dana yang dihimpun dari publik itu tidak sesuai dengan peruntukan mestinya. Ada yang lari ke pengurus, kemudian ada yang lari ke entitas hukum yang dibentuk oleh para pengurus, itu," sambung dia.
Dia menegaskan, pengelolaan dana oleh yayasan-yayasan tersebut diduga tidak diperuntukkan sebagaimana mestinya.
Jadi, kita melihat pengelolaan dana itu tidak selalu dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan yang sesungguhnya, sesuai dengan amanat yang disampaikan kepada Kemensos. Kurang lebih seperti itu, ya," ungkap dia, tanpa merinci yayasan-yayasan yang dimaksud.
Ivan mengatakan data entitas tersebut sudah disampaikan ke Kemensos untuk didalami. Data tersebut juga sudah diserahkan kepada penegak hukum terkait.
"Itu sudah kami serahkan ke beberapa penegak hukum yang kemungkinan akan bertambah lagi dengan yayasan-yayasan lainnya," kata Ivan.
Imbauan Kemensos
Terkait merebaknya kasus penyelewengan dana sumbangan masyarakat oleh yayasan sosial seperti yang dilakukan ACT, Kemensos menawarkan pembentukan satuan tugas (satgas) untuk memantau yayasan atau lembaga-lembaga pengelola dana publik untuk kepentingan sosial.
”Jadi nanti akan segera kita bentuk Satgas bersama antara Kemensos dengan PPATK terkait bagaimana Yayasan PUB dan segala macam ini bisa dikelola dengan benar, diawasi dengan benar, secara prudent, kemudian memiliki akuntabilitas sehingga masyarakat terlindungi. Tidak lagi terjadi kasus yang seperti kita baca selama ini yang sudah ditangani oleh kepolisian," ucap Ivan.
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan, ia sebenarnya sudah pernah berjanji menggandeng PPATK untuk memantau aliran dana sosial.
Termasuk juga soal pengelolaan dana oleh Yayasan penyalur dan penghimpun bantuan sosial.
”Saya pernah statement ke teman-teman media bahwa kami juga akan menggandeng PPATK. Dan alhamdulillah kemudian Kepala PPATK, ini kemudian mendengar perkataan saya dan kemudian Beliaunya hari ini itu selain kami silaturahmi, kami punya kesepakatan, kami akan membuat Satgas bersama,” kata Risma.
Risma mengatakan, Satgas tersebut dibentuk sebelum ada MoU secara resmi. Sebab, lanjut dia, MoU menyita waktu lama. Harus melengkapi administrasi-administrasi, padahal pemantauan aliran Yayasan sosial ini sudah genting.
“Seperti dulu yang saya janjikan ke teman-teman, nanti ada tim kita dengan timnya PPATK yang akan bekerja sama sebelum MoU. Karena kan MoU itu, kan, biasanya ada administrasi-administrasi, form kata-kata dan sebagainya itu, kan, lama,” kata Risma.
Risma beranggapan gerak cepat ini perlu dilakukan. Karena PPATK telah menyerahkan dokumen izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB).
”Hari ini PPATK menyerahkan dua dokumen: satu tentang dokumen PUB, ada 176 yang nanti akan saya lihat. Belum saya buka, belum saya buka saya harus pelajari kemudian dan ada internal,” ungkap Risma.
Penjelasan Bareskrim Polri
Terkait ACT, Bareskrim Polri sudah menetapkan empat tersangka. Keempat tersangka tersebut bernama Ahyudin, selaku ketua pembina yayasan ACT yang juga mantan Presiden ACT; Ibnu Khajar, selaku pengurus yayasan ACT yang kini merupakan Presiden ACT; Hariyana Hermain, Senior Vice President & Anggota Dewan Presidium ACT; dan Novariadi Imam Akbari, sekretaris ACT.
Pihak kepolisian menyatakan sejak berdiri ACT mengelola dana hampir Rp 2 triliun. Diduga, ACT melakukan penyelewengan sebesar 25 persen dari dana tersebut.
"Dana yang dipotong atau diselewengkan oleh pihak yayasan atau disalahgunakan yang bukan peruntukannya senilai 25 persen tadi atau sekitar Rp 450 M," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jumat (29/7).
Uang itu termasuk di antaranya dana donasi dari Boeing untuk keluarga korban kecelakaan Lion Air JT-610, yang kini menjadi salah satu fokus penyidikan polisi.
Dari Rp 138 miliar dana bantuan Boeing untuk para korban pesawat jatuh, hanya Rp 104 miliar yang disalurkan.
Sisanya diduga diselewengkan. Salah satunya diduga mengalir Rp 10 miliar ke Koperasi Syariah 212.
Ketua Umum Koperasi Syariah 212 Muhammad Syafei (MS) juga mengakui pihaknya menerima aliran dana tersebut.
"Ketua Umum Koperasi Syariah 212 mengakui menerima dana sebesar Rp 10 miliar dari Yayasan ACT," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes Nurul Azizah, Rabu (3/8).
Nurul menuturkan, aliran dana diterima Koperasi Syariah 212 setelah adanya surat perjanjian kerja sama dengan Yayasan ACT bernomor 004-001/PKS/KS212-ACT/III/2021 tentang pemberian dana pembinaan UMKM.(Tribun Network/fah/igm/dod).