“Ujungnya nanti, kita tahu bahwa yang dimaksud adalah Kuat Ma’ruf, skuad ternyata si Kuat, bukan skuad penjaga ternyata,” kata Komisioner Komnas HAM bidang Penyelidikan dan Pemantauan M Choirul Anam, dalam tayangan YouTube Kompas TV.
Dalam ancaman tersebut, Brigadir J dilarang naik ke atas untuk menemui Putri Candrawathi karena membuat istri Sambo tersebut sakit.
“Kurang lebih kalimatnya begini, jadi Yosua dilarang naik ke atas menemui Ibu P (Putri Candrawathi) karena membuat Ibu P sakit, dan kalau naik ke atas akan dibunuh,” tambahnya.
Komnas HAM pun menegaskan tak ada hubungannya soal Brigadir J menangis kepada Vera Simanjuntak beberapa minggu sebelum kejadian.
“Jadi di sini enggak ada urusannya dengan nangis-nangis yang diberitakan. Jadi nangis-nangis itu, cerita Vera 2-3 minggu sebelum tanggal 7 Juli 2022,” kata Anam.
Dalam penyelidikannya, Komnas HAM juga mengecek rekam jejak digital Vera Simanjuntak kepada Brigadir J.
Anam menyebut, apa yang dimaksud sebelumnya adalah urusan pribadi bukan ancaman pembunuhan.
“Dan kami cek di rekam jejak digitalnya Juni sampai Januari, kita cek semua memang ini urusannya lain. Berbeda dengan urusan ancaman pembunuhan, ini urusannya pribadi."
"Kalau ini memang dengan sangat jelas memang ada ancaman pembunuhan,” katanya.
Sementara itu, hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J telah keluar pada Senin (22/8/2022).
Dari hasil autopsi tersebut, tak ada kekerasan selain dari senjata api pada tubuh Brigadir J.
"Tidak ada kekerasan lain, selain kekerasan senjata api."
"Baik saat kami lakukan pemeriksaan, dari foto, serta gambaran mikroskopik, kami masih bisa meyakini bahwa luka-luka itu adalah luka tembak yang ada di tubuh korban itu masih jelas sekali," kata ketua tim dokter forensic, Ade Firmansyah, Senin (22/8/2022), mengutip Kompas TV.
(Tribunnews.com/Salis, KompasTV)