TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus pembunuhan berencana Brigadir J kian gaduh.
Terlebih setelah adanya usulan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dinonaktifkan dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir J.
Usulan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dinonaktifkan ini muncul saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR membahas kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Adalah Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman yang melontarkan soal Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dinonaktifkan.
Benny K Harman beralasan dirinya meminta pengambilalihan tersebut karena masyarakat telah dibohongi oleh Polri dalam pengusutan kasus pembunuhan Brigadir J.
Usulan itu langsung menulai polemik.
1. NasDem Kritik Benny Harman Soal Usul Kapolri Dinonaktifkan: Emosional dan Subjektif
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman mengusulkan Kapolri Listyo Sigit Prabowo, dinonaktifkan dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang diotaki Irjen Ferdy Sambo.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali mengatakan usulan Benny K Harman tersebut sarat emosional dan subjektif.
"Pernyataan Benny K Harman menurut saya emosional dan subjektif, karena hanya Benny saja yang hari ini bicara seperti tadi," kata Ali di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Senin (22/8/2022).
Ali menegaskan semua orang harus membuka matanya melihat sikap Kapolri dalam penanganan kasus ini.
Dengan ketegasan Kapolri, kata dia, kasus penembakan di rumah Irjen Ferdy Sambo bisa diusut dengan tuntas.
"Semua orang seharusnya terbuka matanya mengapresiasi sikap kepolisian khusuanya Pak Kapolri yang kemudian mengambil sikap tegas untuk mengusut tuntas semua permasalahan yang terjadi," ujarnya.
Baca juga: Respons Usul DPR Agar Kapolri Dinonaktifkan, Susno Duadji: Ada Kepentingan Politik atau Tidak?
Ali mengaku pihaknya mengapresiasi langkah kepolisian serta mendukung Kapolri menyelesaikan kasus tersebut.
"Saya dari NasDem mengapresiasi apa yang menjadi langkah Kapolri dan mendukung Pak Kapolri, Pak Sigit untuk meyelesaikan semua permasalahan yang terjadi hari ini," ungkapnya.
Karena itu, ia menganggap pernyataan Benny sarat akan emosional dan tak perlu dibicarakan.
"Sekali lagi pernyataan Benny saya anggap pernyataan yang subjektif dan emosional dan tidak perlu kita tanggapi dan enggak perlu dibicarakan," ucapnya.
Demokrat Usul Kapolri Dinonaktifkan Terkait Kasus Ferdy Sambo, Gerindra dan PDIP Menolak
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman mengusulkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk dinonaktifkan sementgara dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Benny menambahkan dirinya meminta agar penanganan kasus Brigadir J ini diambilalih oleh Kemenko Polhukam yang dipimpin oleh Mahfud MD.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan tidak setuju Jenderal Listyo Sigit Prabowo dinonaktifkan sebagai Kapolri.
“Saya kurang setuju kalau yang disampaikan Pak Benny Kabur Harman soal nonaktif Kapolri,” ucap Trimedya Panjaitan.
“Kapolri on the track kok jalannya, kalau menurut penglihatan saya,” kata dia.
Meskipun, kata Trimedya, sikap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J memang terkesan lambat.
“Ada terkesan lambat iya, tapi itu juga banyak faktor yang menyebabkan dia terkesan lambat,” ujarnya.
“Tapi golnya kan sudah kita rasakan Pak.”
Baca juga: Buntut Kasus Brigadir J, Eks Kapolres Jaksel Susul Wadirkrimum Polda Metro Ditahan di Tempat Khusus
Dalam keterangannya, Trimedya Panjaitan juga mengaku senang dengan pernyataan Menko Polhukam Mahfud dalam podcast Akbar Faisal yang tidak ingin menarik terlalu jauh kasus Ferdy Sambo.
“Karena isunya jadi liar ini gara-gara peristiwa Pak Sambo ini, ganti Kapolri, revisi UU No 2, Polri di bawah Kemendagri, itu jadi liar seperti itu,” ucap Trimedya Panjaitan.
Ke depan, Trimedya Panjaitan berharap Mahfud MD yang menjadi mata dan telinga Presiden Joko Widodo dalam bidang polhukam mampu turut serta membenahi institusi Polri.
“Karena sekarang ini, sejak reformasi, Polri ini ada yang menilai sudah terlalu jauh Pak, tadi ada yang menyinggung kawan soal life stylenya,” ujar Trimedya.
“Bahkan istri Kapolsek, seorang Kapolsek main di medsos luar biasa, saya nggak tahu medsos Pak, yang beritahu anak saya Pak.”
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa mengapresiasi langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam penanganan perkara tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Ia menilai Sigit telah berupaya untuk memperbaiki korps Bhayangkara tersebut.
“Saya melihat Kapolri hari ini, dengan kebongkarnya ini, ada kemauan Pak Sigit untuk memperbaiki diri,” tutur Desmond ditemui di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2022).
Ia menyampaikan pergantian Kapolri tak menjamin bahwa penanganan perkara dapat dilakukan terbuka seperti saat ini.
“Pembenahan (Polri) kan tidak bicara person, kita lihatlah apakah dengan diganti Kapolri semakin baik? Kan belum tentu,” katanya.
Desmond mengatakan kasus tewasnya Brigadir J kini melebar ke berbagai persoalan lain di internal Polri.
“Bias-bias yang lain muncul, bias Satgassus, ada bandar ini bandar itu muncul semua. Pertanyaannya ada apa dengan institusi kepolisian? Yang dari gambaran-gambaran itu kondisi intitusi tidak baik-baik saja,” ujarnya.
Saat ini Komisi III DPR baru mendapat keterangan dari Ketua Kompolnas sekaligus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
“Jadi keterangan Pak Mahfud akan kita kroscek lagi dengan Pak Kapolri, Rabu besok,” tandasnya.
Usulan Nonaktifkan Kapolri, Susno Duadji: Bukan Solusi, Tambah Ruwet dan Kacau
Mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Susno Duadji merespons soal usul Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman agar jabatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dinonaktifkan.
Usul Benny itu terkait pengungkapan kasus pembunuhan yang dilakukan mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Susno Duadji menyebut, bahwa penonaktifan Kapolri justru akan membuat kasus ini semakin ruwet dan kacau.
Hal itu disampaikan Susno saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Kantor Tribun, Jakarta, Senin (22/8/2022).
"Kalau kapolri dinonaktifkan tambah ruwet, tambah kacau. Pemeriksaan Sambo dan tersangka-tersangka lainnya pada banyak ini belum selesai, kok di nonaktifkan," kata Susno.
Susno pun mengatakan, bahwa penonaktifan Kapolri dalam kasus ini bukan menjadi solusi utama.
Karena, ia menyakini bahwa Kapolri Listyo merupakan sosok yang kesatria. Dimana, tidak akan meninggalkan tugas sebelum selesai.
"Saya yakin Kapolri ini kan kesatria kalau dia berhasil, selesaikan dulu semua ini," ucapnya.
"Dia selesaikan dulu, berkas perkara. Sudah selesai pembersihan ke dalam sudah selesai, nanti mereka yang elit-elit ini kan rundingan, gimana ini kita tanggung jawabnya. Ini sudah selesai-selesai apa kita lapor ke pemegang kekuasaan di negeri ini. Saya letakan jabatan, pekerjaan saya sudah selesai. Itu lebih kesatria," beber Susno.
Ia juga menyebut, bahwa usulan yang muncul dari Gedung Parlemen Senayan itu tak perlu diterima secara utuh.
"Tapi karena ini keluar dari gedung di senayan biasa-biasa. Karena itu lembaga politik. Kita kan melihat ada kepentingan politik atau tidak," jelasnya.
Benny K Harman Usulkan Kapolri Dinonaktifkan soal Kasus Brigadir J, Diambil Alih Kemenko Polhukam
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman mengusulkan Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk dinonaktifkan dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Benny menambahkan dirinya meminta agar penanganan kasus Brigadir J ini diambil alih oleh Kemenko Polhukam yang dipimpin oleh Mahfud MD.
"Mestinya Kapolri diberhentikan sementara diambil alih oleh Menko Polhukam untuk menangani kasus ini supaya objektif dan transparan," katanya dalam rapat bersama Komnas HAM, Kompolnas, dan LPSK yang ditayangkan TV Parlemen, Senin (22/8/2022).
Benny beralasan dirinya meminta pengambilalihan tersebut karena masyarakat telah dibohongi oleh Polri dalam pengusutan kasus pembunuhan Brigadir J.
Dirinya mencontohkan dengan keterangan pers yang diungkapkan saat pertama kali adalah terjadi baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.
Hanya saja setelah publik menyoroti lebih jauh dan keluarga Brigadir J menilai ada kejanggalan, Polri membentuk Tim Khusus dan menemukan perbedaan di mana yang terjadi adalah pembunuhan berencana.
"Kita enggak percaya polisi. Polisi kasih keterangan publik. Publik ditipu juga kita kan. Kita tanggapi ternyata salah jadi publik dibohongi oleh polisi," jelas Benny.
Seperti diketahui, keterangan dari Karo Penmas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengungkapkan bahwa Brigadir J menembak Bharada E.
"Saat itu yang bersangkutan (Brigadir J) mengacungkan senjata kemudian melakukan penembakan dan Barada E tentu menghindar dan membalas tembakan terhadap Brigadir J," jelasnya.
"Akibat penembakan yang dilakukan Barada E itu mengakibatkan Brigadir J meninggal dunia," imbuhnya dikutip dari Tribunnews.
Seiring berjalannya waktu, Kapolri mengungkapkan bahwa fakta tembak menembak tidak terjadi.
Yang terjadi adalah Bharada E menembak Brigadir J atas perintah mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Selain itu, Kapolri juga mengungkapkan Ferdy Sambo membuat skenario seolah terjadi tembak-menembak dengan menembakan senjata dari Brigadir J.
Hal ini disampaikannya pada konferensi pers yang digelar di Mabes Polri pada 9 Agustus 2022 lalu.
"Untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak-menembak saudara FS melakukan penembakan dengan senjata milik saudara J ke dinding berkali-kali, untuk membuat kesan seolah telah terjadi tembak-menembak," katanya.
Baca juga: Setelah Putri Candrawathi, Eks Penasihat Ahli Kapolri dan Ajudan Ferdy Sambo Didesak Jadi Tersangka
Dalam kasus ini, Polri telah menetapkan lima tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J yaitu Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR, Kuwat Maruf, dan Putri Candrawathi.
Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuwat Maruf, dan Putri Candrawathi disangkakan dengan pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP juncto pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara maksimal 20 tahun.
Sementara Bharada E disangkakan dengan pasal 338 KUHP juncto 55 dan 56 tentang Tindak Pidana Pembunuhan.
Bahas Kasus Tewasnya Brigadir J, Komisi III DPR Gelar Rapat Bersama Kompolnas, Komnas HAM dan LPSK
Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk membahas kasus pembunuhan berencana Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Adapun rapat itu dilakukan bersama Komnas HAM, Kompolnas, dan LPSK.
Hadir dalam RDP tersebut Ketua Kompolnas yang juga Menkopolhukam Mahfud MD, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, dan Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo.
Mahfud MD mengatakan bahwa pihaknya mempunyai dua sikap terhadap kasus ini yang berubah dari skenario pertama dan kedua.
"Jadi ketika peristiwa ini diumumkan tanggal 11 Juli, Kompolnas langsung bergerak. Saya sedang berada di Mekah langsing ke TKP, dan Pak Benny Mamoto mendapat penjelasan bahwa ini terjadi tembak menembak, dan ada korban," kata Mahfud dalam Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senin (22/8/2022).
Mahfud kemudian berpendapat melalui wawancara di sebuah media bahwa penjelasan Polri soal kasus tersebut tidak masuk akal.
"Antara penjelasan dari fakta ke fakta itu kaitan sebab akibatnya tida jelas. Ini kalau menurut hukum pidana harus ada (sebab-akibat). Ini sangat meragukan," kata dia.
"Tapi dari TKP, Pak Benny Mamoto dan kawan-kawan tetap berpegang kepada skenario itu. Lalu saya panggil semua anggota Kompolnas, apa yang sebenarnya terjadi," ujar dia.
Mahfud melihat isu-isu di luar berbeda dengan apa yang dijelaskan oleh Polri. Publik, dikatakan Mahfud, menilai Kompolnas dan Komnas HAM tidak sensitif dan sudah disetir oleh skenario tersebut.
"Katanya sudah ada yang dipanggil, lalu Bu Poengky Indarto bilang 'saya yang dipanggil eh Pak Ferdy Sambo'," kata dia.
Mahfud mendapatkan informasi dari Poengky bahwa Ferdy Sambo menangis kepadanya, bercerita bahwa Brigadir J melecehkan keluarganya, dan bahkan jika bisa dialah menembak Brigadir J sendiri.
Sampai saat ini, rapat masih berlangsung dengan pembahasan soal kronologis dari Kompolnas dengan sedikit interupsi beberapa anggota dewan. (tribun network/thf/Tribunnews.com)