Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Viral sebuah surat tulis tangan Irjen Pol Ferdy Sambo yang menuliskan permohonan maaf kepada institusi Polri lantaran kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Surat itu dituliskan Ferdy Sambo pada 22 Agustus 2022 kemarin.
Adapun surat itu dituliskan tangan oleh Ferdy Sambo dengan tinta berwarna hitam lengkap dengan tanda tangannya.
Surat itu pun dibenarkan oleh Kuasa Hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis. Dia membenarkan bahwa surat itu merupakan surat yang dituliskan oleh kliennya.
"Iya benar," kata Arman kepada wartawan, Kamis (25/8/2022).
Dalam surat itu, Sambo menyampaikan permohonan maaf kepada institusi Polri yang telah terdampak akibat kasusnya tersebut. Khususnya, bagi senior-seniornya di institusi Polri.
Baca juga: BREAKING NEWS: Ferdy Sambo Gunakan Seragam PDH saat Jalani Sidang Kode Etik Secara Tertutup
"Dengan niat yang murni, saya ingin menyampaikan rasa penyesalan dan permohonan maaf yang mendalam atas dampak yang muncul secara langsung pada jabatan yang senior dan rekan-rekan jalankan dalam institusi Polri atas perbuatan saya yang telah saya lakukan," jelas Sambo.
Ia juga berjanji bakal bertanggung jawab atas kasus yang telah membuat nama baik institusi Polri itu tercoreng.
Sebaliknya, dia juga berjanji bakal mengikuti proses hukum secara baik.
"Saya juga siap menerima tanggung jawab dan menanggung seluruh akibat hukum yang dilimpahkan kepada senior rekan-rekan yang terdampak," pungkasnya.
Berikut surat yang dituliskan Ferdy Sambo, sebagai berikut:
Jakarta, 22 Agustus 2022
Perihal: Permohonan maaf kepada senior dan rekan perwira tinggi perwira menengah perwira pertama dan rekan Bintara
Rekan dan senior yang saya hormati
Dengan niat yang murni, saya ingin menyampaikan rasa penyesalan dan permohonan maaf yang mendalam atas dampak yang muncul secara langsung pada jabatan yang senior dan rekan-rekan jalankan dalam institusi Polri atas perbuatan saya yang telah saya lakukan
Saya meminta maaf kepada para senior dan rekan-rekan semua yang secara langsung merasakan akibatnya. Saya mohon permintaan maaf saya dapat diterima dan saya menyatakan siap untuk menjalankan setiap konsekuensi sesuai hukum yang berlaku
Saya juga siap menerima tanggung jawab dan menanggung seluruh akibat hukum yang dilimpahkan kepada senior rekan-rekan yang terdampak
Semoga kiranya rasa penyesalan dan permohonan maaf ini dapat diterima dengan terbuka dan saya siap-siap menjalani proses hukum ini dengan baik sehingga segera mendapatkan keputusan yang membawa rasa keadilan bagi semua pihak
Terima kasih semoga tuhan senantiasa melindungi kita semua
Hormat saya
Ferdy Sambo SH,MH
Inspektur Jenderal Polisi
Ferdy Sambo Gunakan Seragam PDH saat Jalani Sidang Kode Etik
Eks Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo menjalani sidang kode etik terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Kamis (25/8/2022).
Pantauan Tribunnews.com di lokasi, sidang kode etik terhadap Ferdy Sambo tersebut dilakukan secara tertutup.
Hanya terlihat Ferdy Sambo yang menggunakan seragam Pakaian Dinas Harian (PDH) lengkap saat berjalan masuk ke ruang sidang di gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta Selatan sekira pukul 09.25 WIB.
Dari pantauan juga hanya terlihat dua buah monitor televisi di depan gedung yang menayangkan proses awal sidang dengan tidak menggunakan suara.
Selain itu, terlihat juga pasukan Brimbob dengan menggunakan seragam loreng dan bersenjata berjaga di sekitar gedung tempat Irjen Ferdy Sambo menjalani sidang.
Sebelumnya, Sidang kode etik dan profesi (KKEP) Irjen Ferdy Sambo digelar secara tertutup.
Nantinya, sidang itu bakal dipimpin oleh dua jenderal bintang 3 dan tiga jenderal bintang 2.
Adapun sidang itu nantinya bakal dipimpin oleh Kabaintelkam Ahmad Dofiri.
Sementara itu, anggota sidang komisi itu yaitu Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto dan Kadiv Propam Polri Irjen Syahardiantono.
"Ada juga gubernur PTIK dan Irjen Pol Rudolf itu sebagai anggota komisi. Itu sebagai anggota sidang komisi," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Tak hanya itu, kata Dedi, nantinya komisi sidang juga bakal menghadirkan para saksi untuk mendalami peran Irjen Ferdy Sambo di balik kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Saksi-saksi tersebut yang nanti akan dihadirkan antara lain ada Brigjen H, Brigjen B, ada Kombes B Kombes A dan satu lagi Kombes S. Itu nanti akan dihadirkan sebagai saksi sekaligus didalami oleh sidang KKEP temtang apa yang menjadi konstruksi hukum pelanggaran kode etik profesi yang dilakukan Irjen FS," jelasnya.
Irjen Ferdy Sambo otak pembunuhan
Sambo adalah otak pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dia memerintahkan ajudan lain Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (RE) atau E menembak Brigadir J.
Kemudian, Sambo membuat skenario seolah-olah ada baku tembak.
Dia menembakkan senjata Brigadir J ke dinding rumah setelah Brigadir J meregang nyawa. Polri emoh membeberkan motif pembunuhan karena sensitif.
Namun, dipastikan akan terbongkar di persidangan.
Baca juga: Janji Manis Ferdy Sambo pada Bharada E: Uang Rp 1 Miliar hingga Kasus Tewasnya Brigadir J di SP3
Selain Sambo, polisi juga telah menetapkan istrinya, Putri Candrawathi sebagai tersangka. Kemudian, Bharada E, Bripka Ricky Rizal (RR), dan KM alias Kuat yang merupakan asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir Putri sebagai tersangka.
Putri terlibat pembunuhan berencana karena berada di rumah tempat kejadian perkara (TKP), Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dia berada di lantai tiga saat Bripka Ricky dan Bharada E ditanya kesanggupan untuk menembak almarhum Brigadir J.
Putri diduga mengikuti skenario yang dibangun Irjen Ferdy Sambo. Ia juga bersama suaminya ketika momen menjanjikan uang kepada Bharada E, Ricky, dan Kuat Maruf.
Uang itu diduga untuk membungkam terkait pembunuhan Brigadir J.
Baca juga: Kuat Maruf, ART Ferdy Sambo yang Ancam Brigadir J, Berniat Kabur Setelah Diumumkan Jadi Tersangka
Bharada E bertugas menembak, Bripka Ricky dan KM ikut menyaksikan penembakan dan tidak melaporkan rencana pembunuhan.
Kelima tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
Dengan ancaman hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.