TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo beserta jajarannya mengungkap perencanaan pembunuhan yang diduga dilakukan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terhadap Brigadir J, di depan anggota DPR dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III, Rabu (24/8/2022).
Menurut Kapolri, Ferdy Sambo tega melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J lantaran terbawa emosi setelah mendapatkan aduan dari istrinya Putri Candrawathi alias PC.
"Motif saudara FS melakukan perbuatan tersebut karena yang bersangkutan marah dan emosi atas setelah mendengar laporan dari ibu PC," kata Kapolri, Rabu (24/8/2022).
Sigit menceritakan, Putri Candrawathi menceritakan sebuah peristiwa yang ditudingnya dilakukan oleh Brigadir J saat mereka berada di Magelang.
Insiden itu dinilai telah mencederai harkat martabat keluarga Ferdy Sambo. Namun, dia tidak menjelaskan secara rinci terkait insiden tersebut. Nantinya, hal itu akan terbuka di persidangan.
"(Ferdy Sambo marah) dengan peristiwa terjadi di Magelang yang dianggap mencederai harkat martabat keluarga. Untuk lebih jelasnya akan diungkap di persidangan," kata Kapolri.
Merancang Pembunuhan dari Jalan Saguling
Menyusul peristiwa yang terjadi di Magelang, kemudian Irjen Pol Ferdy Sambo merancang pembunuhan Brigadir J di rumah pribadinya di Jalan Saguling, Jakarta Selatan.
Baca juga: Ferdy Sambo Jalani Sidang Kode Etik Hari Ini, Penentuan Nasib Ferdy Sambo sebagai Anggota Polri
"Peristiwa penembakan yang terjadi di Duren Tiga diduga dilakukan dengan perencanaan terlebih dulu oleh saudara FS di rumah Saguling," ujar Kapolri.
Kapolri menjelaskan, istri Sambo, Putri Chandrawati, beserta Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E mengetahui rencana Sambo itu.
Selain itu, kata Sigit, Putri juga memberi kesempatan sehingga peristiwa penembakan oleh Bharada E ke Brigadir J terjadi.
"Saudara Richard melajukan penembakan terhadap almarhum Yosua atas perintah saudara FS, di mana disaksikan oleh Ricky, Kuat Ma'ruf, dengan juga perannya untuk ikut membantu," tuturnya.
Baca juga: Pengacara Brigadir J Berencana Laporkan Istri Ferdy Sambo soal Laporan Palsu Hari Ini
Usai mengeksekusi Brigadir J, Sambo menembakkan senjata milik Brigadir J ke dinding rumah untuk merekayasa kasus.
Kapolri juga mengungkapkan bahwa Bharada Richard Eliezer atau Bharada E melihat Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J sudah terkapar bersimbah darah di depan Irjen Pol Ferdy Sambo.
"Saat itu saudara Richard menyampaikan bahwa melihat almarhum Yosua terkapar bersimbah darah dan saudara FS berdiri di depan memegang senjata," kata Kapolri Sigit.
Sigit juga menuturkan, Ferdy Sambo menyerahkan senjata api miliknya kepada Bharada E. Lalu, dia meminta Bharada E turut menembak Brigadir J dalam insiden berdarah tersebut.
Baca juga: Hari Ini Irjen Ferdy Sambo akan Dimunculkan di Hadapan Publik, Jalani Sidang Kode Etik
Menurutnya, pengakuan Bharada E memang kerap berubah-berubah saat diperiksa penyidik Polri.
Sebab, kata Sigit, Bharada E dijanjikan Ferdy Sambo bahwa kasus penembakan itu dihentikan penyidikannya.
"Kita tanyakan kenapa yang bersangkutan berubah ternyata pada saat itu saudara Richard mendapatkan janji dari saudara MS untuk membantu melakukan atau memberikan SP3 terhadap kasus yang terjadi. Namun faktanya rica tetap menjadi tersangka," ungkapnya.
Atas dasar itu, Sigit menuturkan bahwa Bharada E kemudian bersedia kepada penyidik Polri untuk berbicara jujur mengenai kasus tersebut. Sebaliknya, dia meminta tak dipertemukan oleh Ferdy Sambo selama pemeriksaan.
"Richard diminta dipersiapkan pengacara baru tidak mau dipertemukan oleh saudara FS," ujarnya.
Sigit dalam rapat juga menjelaskan usai kejadian penembakan orang yang pertama kali datang ke Tempat Kejadian Perkara(TKP) atau rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo adalah Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ridwan Rheky Nellson Soplanit.
Saat itu, AKBP Ridwan masih menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Metro Jakarta Selatan.
Dia mendatangi rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7) sekitar pukul 17.30 WIB.
Ridwan datang ke TKP penembakan setelah dihubungi oleh sopir Sambo bernama Kuat Ma'ruf. "Kasat Reskrim Polres Jaksel yang hadir pertama di TKP pukul 17.30 WIB. Pada saat
itu yang bersangkutan dihubungi driver saudara FS (Ferdy Sambo)," kata Kapolri.
Ferdy Sambo saat itu juga menghubungi beberapa personel Polri lainnya.
Pada pukul 17.47 WIB, giliran personel Biro Provos Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri yang datang ke TKP atas perintah Sambo.
Para personel Biro Provos Divpropam Polri itu lantas melakukan pendataan dan pengamanan barang bukti di TKP penembakan.
Setelahnya, pukul 19.00 WIB, saksi-saksi yang ada di TKP saat itu seperti Kuat Ma'ruf, Bripka Ricky Rizal, dan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E dibawa ke kantor Biro Paminal Divisi Propam Polri.
"Untuk dilakukan interogasi sehubungan dengan penyelidikan atas dugaan penyimpangan atau pelanggaran dalam melaksanakan tugas Polri," kata Kapolri.
Kapolri Sigit juga membeberkan sejumlah kejanggalan dalam kasus dugaan pembunuhan yang menewaskan Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Listyo mengungkap soal adanya intervensi penyidikan yang dilakukan oleh Div Propam Polri yang saat itu dipimpin oleh Irjen Ferdy Sambo.
Tak hanya intervensi kasus, Kapolri Sigit mengatakan Div Propam Polri sempat melakukan penolakan terkait permintaan keluarga korban di Jambi agar Brigadir Yoshua dimakamkan secara kedinasan.
"Karena menurut personel Div Propam tersebut terdapat syarat yang harus dipenuhi dan dalam hal ini mereka menyatakan ada perbuatan tercela sehingga kemudian tidak dimakamkan secara kedinasan," kata Sigit.
Ia kemudian menjelaskan terkait tindakan intervensi yang dilakukan pejabat tinggi Div Propam Polri, yakni Karopaminal Brigjen Hendra Kurniawan.
"Kemudian malam harinya datang personel dari Div Propam Polri yang berpangkat pati atas nama Brigjen Pol Hendra atau Karo Paminal yang menjelaskan dan meminta pada saat itu untuk tidak direkam dengan alasan terkait dengan masalah aib," ucapnya.
Sigit menyebut ada kejanggalan lain juga yang disampaikan oleh Hendra Kurniawan.
Dia mengatakan Hendra Kurniawan juga menjelaskan soal insiden yang menewaskan Brigadir Yosua secara detail.
"Terkait dengan penjelasan tersebut keluarga tidak percaya dengan penjelasan yang telah diberikan oleh personel div propam Polri tersebut, beberapa hal ditanyakan antara lain masalah CCTV di tempat kejadian," ujar Kapolri.
"Hal-hal yang dirasa janggal, kemudian terkait barang-barang korban, termasuk HP dan kejanggalan-kejanggalan ini kemudian viral di media dan mendapatkan perhatian publik," kata Kapolri.(Tribun Network/den/mam/kps/wly)