“Karena angka presidential threshold lumayan tinggi sebesar 20 persen suara DPR, maka agak sulit untuk bisa mendapatkan tambahan paslon. Narasinya lebih mangarah pada realistis,” kata Wasisto.
Tak hanya itu, gagasan dua paslon tersebut juga dianggap sebagai upaya untuk meringkas waktu pencoblosan agar lebih cepat dan efisien.
“Karena pemilih juga memilih caleg (calon legislatif) secara bersamaan pada Pemilu 2024 nanti,” ujar Wasisto.
Kendati demikian, ia tak menampik jika hanya dua paslon presiden pada Pilpres 2024 maka berpotensi besar menimbulkan polarisasi hingga politik identitas.
“Narasinya lebih mangarah pada realistis. Polarisasi itu hanya efek lanjutan dari pola kampanye dan pendukungnya,” ujarnya.
Wasisto pun menilai, lebih baik para parpol menyiapkan para kandidat terbaiknya untuk diusung pada Pilpres mendatang.
Seperti diketahui, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan idealnya Pilpres 2024 hanya diikuti dua pasangan calon (paslon) presiden.
Awalnya, Hasto Kristiyanto menyebut dalam situasi seperti ini diperlukan Pilpres yang demokratis, cepat, dan kredibel.
"Dalam situasi ketika pemulihan ekonomi belum sepenuhnya pulih, dan ketidakpastian global, maka Indonesia memerlukan pelaksanaan pilpres yang demokratis, cepat, kredibel, dan bagaimana memastikan hanya berlangsung satu putaran," kata Hasto dalam keterangannya, Kamis (25/8/2022).
Baca juga: Muhammadiyah: Kami Harap Pilpres 2024 Minimal 3 Paslon
Hasto mengatakan hal tersebut bisa saja terwujud apabila ada kerjasama antar partai politik (parpol) sehingga mengarah kepada dua pasangan calon presiden dalam Pilpres 2024.
Namun, ia menegaskan PDIP juga siap bertanding entah dua maupun tiga pasangan calon dalam Pilpres mendatang.
"Pandangan ini bisa terwujud apabila dilakukan langkah konsolidasi dan mendorong kerjasama parpol di depan, sehingga mengarah pada dua paslon. Ini yang ideal berdasarkan konteks saat ini, meski PDIP siap bertanding dengan 2 atau 3 paslon," ujarnya.
"Sekiranya 3 paslon, pada putaran kedua pasti akan terjadi deal-deal politik baru. Jadi kenapa tidak membangun kesepahaman di depan saja," sambungnya.