Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyebutkan wacana bahwa idealnya Pilpres 2024 hanya diikuti dua Pasangan calon (paslon) presiden.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Kamis (25/8/2022) kemarin.
Mengenai hal tersebut, pengamat politik Adi Prayitno menilai pernytaan Hasto terkait dua paslon pada Pemilu 2024 mendatang justru tidak ideal.
Pasalnya, hal itu bisa mengulang potensi keterbelahan masyarakat seperti pada Pemilu 2019 lalu.
Sebab, kata dia, itu akan menyebabkan dua paslon tersebut saling berhadapan langsung.
“Sangat rentan polarisasi dan ancaman politik identitas. Karena tak ada putaran kedua kalau cuma (dua) calon,” kata Adi Prayitno kepada Tribunnews.com, Jumat (25/8/2022).
“Jadi, dua jagoan yang bertanding akan menggunakan segala cara untuk menang. Termasuk mobilisasi politik bersarkan identitas,” ujarnya menambahkan.
Sebaliknya, Adi menilai idelanya Pemilu mendatang menghadirkan banyak paslon presiden. Menurutnya, semakin banyak capres maka semakin banyak pilihan alternatif bagi masyarakat untuk memilih.
“Secara ideal, makin banyak calon makin bagus bagi rakyat. Karena menu calon pemimpin Indonesia makin kaya. Opsi pemimpin alternatif banyak bukan hanya yang itu-itu saja,” ujarnya.
Ia beranggapan, wacana terkait dua paslon di Pemilu 2024 itu karena PDIP ingin pemilu berjalan satu putaran saja lantaran dinilai lebih efektif dan efisien.
“Kalau banyak calon pasti dua putaran, yang berdampak pada bengkaknya biaya. Jadi, alasannya logistik kayaknya,” kata Adi.
Baca juga: Jokowi Serukan Tak Ada Politisasi Agama di Pemilu, Politikus PKS: Buat Pilpres Lebih dari 2 Paslon
Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai pernyataan PDIP tersebut merupakan bagian dari dinamika politik jelang Pemilu 2024.
Menurutnya, wacana dua paslon tersebut reslistis, mengingat ambang batas pencalonan presiden (Presidential Treshold) yang sebesar 20 persen.
“Karena angka presidential threshold lumayan tinggi sebesar 20 persen suara DPR, maka agak sulit untuk bisa mendapatkan tambahan paslon. Narasinya lebih mangarah pada realistis,” kata Wasisto.
Tak hanya itu, gagasan dua paslon tersebut juga dianggap sebagai upaya untuk meringkas waktu pencoblosan agar lebih cepat dan efisien.
“Karena pemilih juga memilih caleg (calon legislatif) secara bersamaan pada Pemilu 2024 nanti,” ujar Wasisto.
Kendati demikian, ia tak menampik jika hanya dua paslon presiden pada Pilpres 2024 maka berpotensi besar menimbulkan polarisasi hingga politik identitas.
“Narasinya lebih mangarah pada realistis. Polarisasi itu hanya efek lanjutan dari pola kampanye dan pendukungnya,” ujarnya.
Wasisto pun menilai, lebih baik para parpol menyiapkan para kandidat terbaiknya untuk diusung pada Pilpres mendatang.
Seperti diketahui, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan idealnya Pilpres 2024 hanya diikuti dua pasangan calon (paslon) presiden.
Awalnya, Hasto Kristiyanto menyebut dalam situasi seperti ini diperlukan Pilpres yang demokratis, cepat, dan kredibel.
"Dalam situasi ketika pemulihan ekonomi belum sepenuhnya pulih, dan ketidakpastian global, maka Indonesia memerlukan pelaksanaan pilpres yang demokratis, cepat, kredibel, dan bagaimana memastikan hanya berlangsung satu putaran," kata Hasto dalam keterangannya, Kamis (25/8/2022).
Baca juga: Muhammadiyah: Kami Harap Pilpres 2024 Minimal 3 Paslon
Hasto mengatakan hal tersebut bisa saja terwujud apabila ada kerjasama antar partai politik (parpol) sehingga mengarah kepada dua pasangan calon presiden dalam Pilpres 2024.
Namun, ia menegaskan PDIP juga siap bertanding entah dua maupun tiga pasangan calon dalam Pilpres mendatang.
"Pandangan ini bisa terwujud apabila dilakukan langkah konsolidasi dan mendorong kerjasama parpol di depan, sehingga mengarah pada dua paslon. Ini yang ideal berdasarkan konteks saat ini, meski PDIP siap bertanding dengan 2 atau 3 paslon," ujarnya.
"Sekiranya 3 paslon, pada putaran kedua pasti akan terjadi deal-deal politik baru. Jadi kenapa tidak membangun kesepahaman di depan saja," sambungnya.