TRIBUNNEWS.COM - Hubungan Muchdi Purwoprandjono dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib masih abu-abu.
Pasalnya, Muchdi Purwoprandjono divonis bebas pada 31 Desember 2008 meski sempat menjadi terdakwa selama persidangan.
Dalam buku Bunuh Munir!: Sebuah Buku Putih yang ditulis oleh Edwin Partogi, Haris Azhar, Indria Fernida, Papang Hidayat dan Usman Hamid, menyebutkan aktivitas Munir yang menyebabkan dirinya menjadi sasaran pembunuhan.
Pada tahun 1996, Munir menjabat sebagai direktur di LBH Semarang selama tiga bulan.
Kemudian, ia bergabung dalam Yayasan Lembaga Hukum Indonesia di Jakarta (YLBHI) pada tahun yang sama.
Lalu, pada tahun 1998, Munir mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Baca juga: Perjalanan Muchdi Purwoprandjono, Terseret Kasus Munir namun Divonis Bebas
Aktivitas Munir dalam Penegakan HAM di Indonesia
Selama masa peralihan Orde Baru ke era Reformasi pada 1997-1998, Munir mendampingi 24 korban hilang dan keluarganya.
Aktivitasnya dalam pembelaan HAM ini membuatnya kerap menjadi ancaman bagi militer.
Dari 24 korban tersebut, 14 orang di antaranya belum ada kabar hingga saat ini.
Selain kasus tersebut, Munir juga mengawal kasus pelanggaran HAM lainnya seperti Operasi Jaring Merah dan Operasi Terpadu di Aceh, kasus pembunuhan Marsinah 1994, tragedi Trisakti, hingga kasus 27 Juli 1996.
Munir juga sempat terlibat dalam Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur (kini Timor Leste).
Kerja keras Munir bersama rekan-rekannya di KontraS berhasil membongkar rangkaian peristiwa penculikan para aktivis mahasiswa dan pemuda.
KontraS menemukan fakta utuh yaitu penculikan terorganisasi yang dilakukan oknum aparat.