Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia berkomitmen terhadap Paris Climate Agreement dan telah mengintegrasikan agenda aksi iklim ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Selain itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan (Bappenas) telah melakukan konfigurasi lebih lanjut ke dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) sebagai salah satu mekanisme pelaksana untuk mencapai kontribusi yang ditetapkan secara nasional (NDC).
Perencana Ahli Utama Kedeputian MSDA, Kementerian Pembangunan Nasional Bappenas, Wahyuningsih Darajati menjelaskan bahwa pandemi merupakan momentum terbaik untuk transformasi pembangunan konvensional menjadi pembangunan ekonomi hijau dan rendah karbon.
Ia menambahkan, Bappenas bersama United Nations Development Programme Indonesia dan didukung goleh Pemerintah Kerajaan Denmark juga baru saja meluncurkan skema “The Future is Circular” sebagai inisiatif nyata penerapan ekonomi sirkular di Indonesia.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menerapkan ekonomi sirkular sebagai model ekonomi yang mengoptimalkan penggunaan sumber daya, mendesain produk agar memiliki daya guna selama mungkin, dan mengembalikan sisa proses produksi dan konsumsi ke dalam siklus produksi.
Demikian disampaikan Wahyuningsih dalam diskusi bertajuk Jurisdiction Collective Action Forum, Dialogue #13, di The Kuningan Suites, Jakarta, Senin (12/9/2022).
Baca juga: DPR dan Pemerintah Sepakat RUU Papua Barat Daya Dibawa ke Rapat Paripurna
"Indonesia perlu merangkum pencapaian target-target pembangunan berkelanjutan tersebut secara menyeluruh. Dalam praktiknya, Kementerian terkait, termasuk Bappenas belum memiliki sumber daya yang memadai untuk mencapai target-target tersebut secara sepihak," katanya.
“Kolaborasi para pihak adalah kunci penting untuk mewujudkan target ambisius pembangunan berkelanjutan (SDGs), yaitu dengan terbangunnya kemitraan yang multipihak, baik keterlibatan pemerintah, parlemen, pakar, ormas, media, filantropi, hingga pelaku bisnis," tambahnya.
Turut hadir dalam dialog, Abdul Madian selaku Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah Provinsi Riau.
Dalam paparannya Abdul menjelaskan bahwa saat ini Provinsi Riau memiliki program Riau Hijau sebagai bentuk optimalisasi pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Riau menuju pembangunan berkelanjutan.
Baca juga: Indonesia Buat Kesepakatan Baru dengan Norwegia Soal Lingkungan dan Iklim
Abdul mengimbau agar pemerintah jangan berpikir dapat mewujudkan target pembangunan berkelanjutan ini seorang diri.
Pemda Riau saat ini sangat terbuka untuk bisa bekerjasama dengan banyak mitra.
Saat ini, Bappenas memiliki Low Carbon Development Indonesia (LCDI) bertujuan untuk mendukung iklim investasi hijau, memperkuat integrasi lintas sektor dalam pengambilan keputusan serta menjadikan Indonesia pemimpin dalam pembangunan rendah karbon sebagai upaya untuk mewujudkan SGDs ke-13.
“Dalam upaya menjawab target SDGs pemerintah, LCDI telah menghasilkan win-win-win outcome, dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Melalui penerapan kebijakan Pembangunan Rendah Karbon ini, terdapat peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan, sesuai dengan skenario yang telah diterapkan sebelumnya," terang Abdul.
Baca juga: Menteri LHK RI Ajak Menteri Iklim dan LH Norwegia ke Titik Rehabilitasi Mangrove di Balikpapan
Sebagai salah satu pihak yang sangat aktif menggaungkan kolaborasi, filantropi turut memegang peranan yang penting dalam perwujudan ketercapaian pembangunan yang berkelanjutan.
Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Gusman Yahya, menjelaskan bahwa Filantropi Indonesia memiliki berbagai inisiatif yang telah selaras untuk mendukung ketercapaian SDGs walaupun masih tetap diperlukan koordinasi dan sinkronisasi dengan pemangku kepentingan lainnya dalam pencapaian target tersebut di tingkat tapak.
“Forum dialog ini penting untuk mempertemukan berbagai pihak seperti pemerintah daerah, pelaku bisnis, dan filantropis untuk berkolaborasi menemukan inisiatif baik dalam hal pencapaian SDGs di tingkat Nasional dan Daerah,” katanya.
Sebagai bagian dalam upaya capaian SDGs ke-12, Indonesia saat ini menghadapi isu terkait food loss dan food waste, yang juga turut berdampak pada timbulnya permasalahan lain stunting dan emisi gas dari sampah makanan.
Masyarakat internasional saat ini perlu untuk mengurangi setengah dari sampah makanan di level rumah tangga dan mengurangi food loss pada level produksi dan distribusi.
Pada tingkatan yurisdiksi, IBCSD telah melakukan program Gotong Royong Mengatasi Susut dan Limbah Pangan 2030 (GRASP 2030).
Penanganan yang baik dari food loss dan food waste dapat berkontribusi pada penurunan angka gizi buruk pada anak-anak hingga inovasi penggunaan maggot untuk membantu penguraian sampah organik.
Manager Pengembangan Program Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Aloysius Wiratmo, turut menambahkan bahwa, “Gerakan ini diharapkan dapat menarik lebih banyak lagi keterlibatan berbagai sektor untuk menyalurkan makanan mereka sebelum rusak untuk disalurkan ke pihak yang membutuhkan seperti, panti asuhan atau anak-anak yang membutuhkan. Inisiatif dan gerakan ini juga sejatinya dapat diterapkan di daerah”.
Dalam dialog ini turut bergabung pula perwakilan dari tiga Kabupaten, yaitu Nanang Bakran selaku Kepala Bappedalitbang Kabupaten Berau, Wan Muhammad Yunus selaku Kepala Bappeda Kabupaten Siak, dan Bimo selaku Kepala Bidang Perekonomian, Sumber Daya Alam, Infrastruktur, dan Wilayah BAPPEDA Kabupaten Kubu Raya.
Sebagai penutup dialog, Rizal Algamar selaku Direktur Regional Tropical Forest Alliance (TFA) mengatakan, “Kami siap untuk bersama melakukan aksi kolektif dengan berbagai pihak baik di tingkat nasional maupun luar negeri untuk menjalin multi stakeholder partnership ini”.