“Sebagian besar tenaga honorer ditugaskan di garda terdepan untuk pelayanan kepada masyarakat, seperti guru, tenaga kesehatan, Satpol PP, pemadam kebakaran, dinas perhubungan dan lain sebagainya. Kebijakan penghapusan tenaga honorer yang jumlahnya kurang lebih 400.000 orang akan berdampak pada penambahan angka pengangguran yang berpotensi menambah angka kemiskinan dan memicu masalah sosial lainnya,” kata Sutan.
Baca juga: 2 Ribu Guru Honorer Tidak Lulus P3K, Forum Guru Tidak Tetap Audiensi ke DPRD Kota Medan
Sutan Riska pun memberikan butir-butir rekomendasi Apkasi terkait tenaga non ASN yang merupakan hasil rekomendasi saat Rakernas Apkasi ke-14 di Bogor tahun 2022 yakni pertama agar Pusat mengeluarkan kebijakan penundaan penghapusan tenaga honorer di Instansi Pemerintahan Daerah sampai dengan selesainya rangkaian Pemilu Serentak tahun 2024.
Kedua, usulan revisi terhadap ketentuan Pasal 99 ayat (1) PP 49 Tahun 2018 di mana perlu diberikan waktu yang cukup untuk penyesuaian kebijakan pemberhentian pegawai/tenaga honorer. Pengurangan tenaga honorer agar disesuaikan dengan alokasi formasi CPNS dan P3K yang ditetapkan oleh Kementerian PANRB setiap tahunnya.
“Poin ketiga perlu adanya kebijakan afirmasi bagi eks tenaga honorer di mana masa kerja tenaga honorer menjadi faktor penentu dan diberikan bobot atau nilai besar pada seleksi masukan CPNS dan P3K,” katanya.
Keempat, masih menurut Sutan, perlu adanya evaluasi kebijakan pemberlakuan tes/seleksi masuk dengan menggunakan CAT (Computer Asisted Test) dan pemberlakukan passing grade perlu ditinjau kembali, mengingat hampir sebagian besar tenaga honorer tidak memiliki kapasitas yang memadai dalam penggunaan komputer dan cenderung kalah bersaing dengan lulusan baru perguruan tinggi.
Serta, penggunaan metode tes tertulis dengan tingkat kesulitan soal disesuaikan dengan kondisi daerah.
Hal lain yang menjadi butir rekomendasi usulan Apkasi, yakni perlu ada pemilahan atas jabatan-jabatan yang memerlukan kemampuan analisis dan jabatan-jabatan tertentu yang berhubungan dengan penggunaan fisik, misal pemadam kebakaran, Polisi Pamang Praja dan jabatan sejenisnya, yang mana penggunaan passing grade agar ditiadakan saja.
“Pengangkatan jabatan-jabatan atau jenis pekerjaan yang tidak diisi melalui formasi ASN seperti cleaning sevice, sopir atau pengemudi, penjaga kantor tidak dilakukan secara outsourcing, namun diserahkan kewenangan pengangkatannya kepada kepala daerah atau pejabat di bawahnya sesuai dengan kebutuhannya."
"Di samping itu, perlu ada kebijakan afirmasi, di mana tenaga honorer sebagai tenaga pengajar dan tenaga kesehatan yang bertugas di wilayah perbatasan, terpencil dan tidak diminati, hendaknya tidak diberhentikan sebagai honorer dan justru bila diperlukan diangkat langsung menjadi ASN,” katanya.
Terkait formasi CPNS tertentu bidang pendidikan, kesehatan dan strategis lainnya yang dapat diisi oleh lulusan perguruan tinggi lokal, lanjut Sutan Riska, Apkasi menyarankan agar tidak dibuka pelamarannya secara terbuka.
“Dengan strategi tersebut, formasi tersebut tidak diisi dari pelamar umum atau dari luar daerah. Kebijakan ini guna menyediakan ruang yang cukup bagi putra daerah untuk berperan aktif dalam pembangunan di daerahnya,” ucapnya.
Menteri PAN RB Azwar Anas pun menanggapi dan menegaskan bahwa semua usulan Apkasi sudah dicatat dalam forum pertemuan tersebut untuk ditindaklanjuti dan dijadikan pertimbangan.
Kementerian PANRB saat ini tengah mendorong masing-masing instansi pemerintah untuk mempercepat proses mapping, validasi data, dan menyiapkan roadmap penyelesaian tenaga non-ASN.
Azwar Anas menegaskan persoalan ini adalah masalah bersama dan bukan hanya masalah yang diselesaikan oleh satu atau dua instansi.
Azwar Anas pun meminta pemahaman bersama bahwa pertemuan kali ini bertujuan untuk menampung masukan dari kepala daerah, serta menyamakan persepsi terhadap penyelesaian tenaga non-ASN.