TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siapa orang ketiga yang ikut menembak Brigadir J belum diketahui.
Bharada E sudah mengaku jadi penembak pertama, dia menyebut Ferdy Sambo juga ikut menembak.
Ferdy Sambo membantah kesaksian Bharada E, dia menegaskan tak ikut menembak Brigadir J.
Komnas HAM mencurigai istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi ikut menembak, hal itu dibantah oleh kuasa hukum Putri Chandrawathi.
Kuasa hukum Brigadir J sebut ada tiga orang yang diduga jadi penembak ketiga, yakni Putri Chandrawathi, Kuat Maruf dan Bripka Ricky Rizal.
Terkini diketahui penembakan Brigadir J, ada yang menggunakan pistol antik.
Pemilik pistol antik itu diyakini bukan orang sembarangan.
Penembak Brigadir J Gunakan Pistol Antik Luger
Tidak hanya menggunakan senjata api jenis Glock 17 dan HS 9, Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J diduga juga ditembak menggunakan senjata api jenis Luger.
Penemuan amunisi dari senjata api antik jenis Luger ini berdasarkan uji balistik dan autopsi pada tubuh Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak menduga kuat pemilik senjata api Luger adalah Ferdy Sambo.
Sebab pistol Luger adalah pistol antik buatan Jerman yang hanya mungkin dimiliki oleh orang yang cukup lama berkecimpung di persenjataan.
Hal tersebut disampaikan Kamaruddin Simanjuntak dalam keterangannya di Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Rabu (14/9/2022).
“Jadi orang-orang yang punya koleksi senjata seperti itu adalah orang yang berlatar belakang bahwa dia sejak dulu sudah menguasai persenjataan,” kata Kamaruddin Simanjuntak.
“Siapa yang sejak dulu sudah menguasai persenjataan yaitu adalah ayahnya Ferdy Sambo, (Ayahnya) Ferdy Sambo itu kan, pensiun terakhir kan adalah mayor jenderal, jadi kemungkinan besar dia bisa mengkoleksi senjata-senjata kuno, era-era 1800 sampai 1990.”
Maka itu, lanjut Kamaruddin, untuk menuntaskan kerumitan pembunuhan berencana Brigadir J perlu dilibatkan TNI dan PPATK.
“Karena bagaimana pun suka atau tidak mendengarnya, bukan saya memuja-muja angkatan atau TNI.
Mereka itu terkenal disiplin dan sportif, kucing aja ditembak oleh jenderal hukumnya tegas, apalagi manusia,” ujar Kamaruddin.
“Beda sama polisi yang suka merekayasa kejadian, artinya tidak semua polisi, sebagian kecil saja.
Tetapi yang suka merekayasa ini kan dia berada di posisi puncak semua karena sudah biasa menjilat ke istana, menjilat ke kementerian.”
Menurut Kamaruddin akan berbeda nasib perwira Polri yang tidak pandai menjilat dalam tugasnya.
“Yang kerjanya baik-baik tidak pandai menjilat sehingga tidak (mendapatkan) jabatan yang VIP, kan begitu,” kata Kamaruddin.
“Oleh karena itu, ayo dong kalau memang mau membebaskan polisi dari tangan mafia, ayo dong kita tolong polisi ini, karena sangat banyak polisi yang baik-baik.
Siapa Pemilik Senjata Antik ?
Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto mengungkapkan Luger adalah jenis senjata api produksi lama yang nyaris tidak digunakan oleh perwira Polri.
“Ini senjata lama seperti itu, nyaris tidak digunakan kawan-kawan kepolisian.
Artinya, ini bisa jadi senjata-senjata koleksi seperti itu,” ujar Bambang.
“Siapa yang memiliki Luger ini sangat penting, karena tidak semua orang bisa memiliki senjata yang antik seperti itu, kecuali orang-orang yang memiliki aset dan memiliki kesenangan tersendiri terkait koleksi senjata,” katanya.
Bambang berharap penyidik Mabes Polri melakukan pemeriksaan dengan cermat kepada sejumlah tersangka kasus obstruction of justice tewasnya Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Hal ini penting sebagai kunci untuk mengetahui siapa pemilik senjata api jenis Luger yang amunisinya teridentifikasi di TKP, selain dua Glock 17 dan HS 9.
“Saksi-saksi bukan hanya dari pelaku yang sudah ditersangkakan, tapi juga para pelaku obstruction of justice, ini yang mungkin bisa lebih dikembangkan,” ucap Bambang Rukminto.
“Tanpa itu, kelihatannya akan kesulitan sekali, karena CCTV maupun TKP sudah sangat rusak dalam hal ini apalagi banyak hal yang janggal dan tidak nyambung dalam penanganan kasus Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) oleh Polri.
“Terkait dengan kasus ini kan banyak hal yang masih janggal dan masih tidak nyambung ya, konstruksi peristiwanya dan bukti-bukti di lapangan itu tidak nyambung gitu,” ucap Bambang Rukminto.
“Makanya memang penyidik ini, memang harus bekerja lebih keras lagi untuk mencari siapa itu (yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J).”
Misteri Orang Ke-3 yang Tembak Brigadir J, Martin Simanjuntak: Bisa Kuat Maruf, Putri atau Bripka RR
Martin Simanjuntak, pengacara pihak Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) menanggapi adanya dugaan orang ketiga yang menembak Brigadir J.
Di mana diketahui sebelumnya Komnas HAM menduga adanya orang selain Bharada Eliezer (Bharada E) dan Ferdy Sambo yang menembak Brigadir J.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut kemungkinan Putri Candrawati ikut menembak Brigadir J.
“Iya (termasuk Putri menembak). Makanya saya katakan juga berkali-kali saya mungkin dibaca mungkin record-nya (CCTV) diambil. Saya katakan saya belum begitu meyakini konstruksi peristiwa yang dibuat oleh penyidik sekarang, karena masih bergantung dari keterangan demi keterangan," ujar Taufan dalam program Rosi yang ditayangkan Kompas TV pada Jumat (9/9/2022) malam, dikutip dari Tribunnews.com.
Sementara itu Martin Simanjuntak mengatakan pelaku penembak ketiga bisa saja Kuat Ma’ruf, Putri Candrawathi, maupun Bripka RR.
“Manakala dikaitkan dengan dugaan dari Komnas HAM ada pelaku penembakan ketiga, bisa siapa saja bisa itu KM (Kuat Ma’ruf), PC (Putri Candrawathi) maupun Bripka RR sendiri, itu sangat penting kalau dia ingin menjadi Justice Collaborator (JC),” kata Martin.
Martin mengimbau Bripka RR harus memberikan fakta yang sebenar-benarnya, sesuai dengan apa yang dia lihat.
Dirinya pun menyambut baik Bripka RR menjadi Justice collaborator.
Karena menurutnya, Bripka RR merupakan orang yang ada di tempat kejadian perkara (TKP), dalam artian melihat pembantaian Brigadir J, dilansir dari laman YouTube Kompas TV, Selasa (12/9/2022).
Sehingga menurut Martin, kecil kemungkinan Bripka RR lupa terhadap detail peristiwa-peristiwa penting yang terjadi.
Tanggapan Komnas HAM soal Pernyataannya Tentang Putri Candrawathi Ikut Tembak Brigadir J
Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik menjelaskan pernyataannya soal keterlibatan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dalam insiden pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Penjelasan itu menyusul dari wawancaranya dengan Rosi dalam program Rosi Kompas Tv yang tayang pada Jumat (9/9/2022).
Sebagaimana dikatakan Taufan, dalam insiden pembunuhan Brigadir J, sangat terbuka kemungkinan penembak berjumlah lebih dari dua orang.
Pasalnya, CCTV dalam rumah Ferdy Sambo benar-benar dirusak dan penyidik hanya mengumpulkan bukti dari keterangan-keterangan para tersangka, yang mungkin bisa saja berbohong.
"Ya terbuka peluang (kalau Putri Candrawathi ikut nembak Brigadir J), bisa juga Kuat Ma'ruf, mereka kan ada di situ."
"Makanya saya mengira alat bukti itu penting, juga saya dari awal mengatakan jangan sampai ada anak yang bernama Bharada Eliezer Richard yang menjadi tumbal dari peristiwa ini."
"karena dihilangkannya CCTV di dalam rumah, tidak hanya dua orang baik itu Ferdy Sambo ataupun Bharada Eliezer Richard, tapi dimungkinkan adanya orang ketiga."
"Oleh karena itu saya minta penyidik mendalami dengan bukti-bukti yang lebih kuat, jangan sampai ini ada kekeliruan," kata Taufan dikutip dari Kompas Tv.
Dengan adanya pernyataan itu, Taufan meminta masyarakat untuk tidak salah menafsirkannya.
Pasalnya, Taufan hanya ingin penyidik lebih jeli melihat kemungkinan ini.
"Jika menonton wawancara dengan Rosi (dalam acara Rosi Kompas Tv) saya berharap (masyarakat) dapat memahaminya dengan logical of thinking, bukan hanya (asal) dikutip."
"Bahwa saya yang paling pokok adalah hanya ingin penyidik memastikan terutama peristiwa penembakan itu, siapa sesungguhnya yang melakukan penembakan."
"Dan saya kira penyidik sedang melakukan pekerjaan yang luar biasa untuk memastikan ini," jelas Taufan saat mendatangi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan untuk menyerahkan laporan rekomendasi soal pembunuhan Brigadir J
Pengacara Putri Candrawathi Bantah Dugaan Komnas HAM soal PC Ikut Tembak Brigadir J
Arman Hanis, pengacara keluarga Irjen Ferdy Sambo, membantah adanya dugaan penembakan yang dilakukan oleh Ferdy Sambo ataupun sang istri, Putri Candrawathi terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Bantahan tersebut disampaikan Arman menanggapi pernyataan Komnas HAM bahwa Putri juga melakukan penembakan kepada Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Kami jelas membantah dugaan tersebut," ujar Arman dikutip dari Kompas.com, Minggu (11/9/2022).
Arman menegaskan bahwa terpampang jelas dalam rekonstruksi pembunuhan Brigadir J bahwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi tak melakukan penembakan.
Selain itu, keterangan tersangka dan alat bukti yang ada juga tidak menyebut Putri Candrawathi ikut menembak Brigadir J.
"Hal itu juga jelas terlihat pada saat rekonstruksi."
"Klien kami atau Pak FS juga tidak menembak," lanjut Arman.
Meskipun berdasarkan video animasi resmi Polri, Sambo ditampilkan menembak Brigadir J usai Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.
Kesaksian Bharada E saat Uji Kebohongan Ungkap Penembak Brigadir J
Bharada E alias Richard Eliezer mengungkap orang terakhir menembak Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat adalah Ferdy Sambo.
Kesaksian Bharada E itu disampaikan saat menjalani pemeriksaan uji kebohongan menggunkan lie detector atau alat pendeteksi kebohongan.
Demikian disampakan Ronny Talapessy, kuasa hukum Bharada E, saat dihubungi Tribunnews.com.
Ia menjelaskan bahwa kliennya sebagai pihak pertama yang menembak Yosua sebanyak beberapa kali.
Penjelasan itu juga diungkapkan Bharada E saat rekonstruksi di TKP Duren Tiga, Rabu (30/8/2022).
"Pemeriksaan lie detector yang ditanyakan ke klien saya terkait dengan peristiwa di Duren Tiga, salah satu poin krusial adalah siapa saja yang menembak J. Klien saya menjawab, 'saya pertama dan FS yang menembak terakhir'," ujarnya Ronny.
Menurut Ronny, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E mengaku tak kuasa menolak perintah atasannya Irjen Ferdy Sambo untuk menembak dan membunuh Brigadir J.
Saat menerima perintah tersebut, Bharada E mengaku takut dan panik.
Bharadha E mengaku sempat berdoa, sebelum akhirnya menuntaskan perintah Irjen Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.
Pengakuan itu dikatakan Bharada E kepada kuasa hukumnya Ronny Talapessy, terkait apa yang dirasakan Bharada E setelah menerima perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.
Menurut Ronny, Bharada E menyesal mengikuti skenario Sambo.
Setelah sempat mengikuti skenario dari Ferdy Sambo, kini Bharada E berbalik arah meluruskan kejadian yang ia alami.
Termasuk menampik pengakuan Ferdy Sambo yang sempat mengaku tak ikut menembak Brigadir J.
Lepas daripada itu, keterangan yang disampaikan oleh Bharada E seolah membantah analisis Komnas HAM yang menyebut ada pihak ketiga melakukan penembakan terhadap Brigadir J.
Respons Polri
Komnas HAM menduga penembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J hingga tewas bukan hanya Ferdy Sambo dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menyebut hingga kini soal jumlah penembak yang disebut ada tiga orang itu hanya sebatas dugaan.
"Dugaan kan bisa saja ya," kata Agus saat dihubungi wartawan, Senin (5/9/2022).
Meski begitu, Agus menyebut proses penyidikan tentunya didasari persesuaian keterangan saksi hingga ahli sesuai dengan Pasal 182 KUHP.
"Namun kembali mendasari teori pembuktian 182 KUHAP harus didasarkan atas Persesuaian keterangan para pihak (saksi maupun mahkota), keterangan saksi yang memiliki keahlian dibidangnya, persesuaian keterangan mereka akan menjadi petunjuk, didukung bukti-bukti lainnya yang bernilai petunjuk," jelasnya.
Agus mengungkapkan pengadilan nanti akan mengungkap kasus tersebut seterang-terangnya.
"Inshaa Alloh majelis Hakim nanti akan memutuskan perkara ini seadil-adilnya," ungkapnya. (tribun network/thf/Tribunnews.com/KompasTV.com)