Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara bos PT Duta Palma Group Surya Darmadi alias Apeng, Juniver Girsang, menyebut dakwaan terhadap kliennya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) dibuat secara terburu-buru.
Hal itu disampaikan pada eksepsi atau nota keberatan yang diungkapkan pada saat persidangan.
Diketahui, Apeng didakwa telah melakukan korupsi terkait penyerobotan lahan untuk perkebunan sawit oleh perusahaannya.
Korupsi tersebut diduga menimbulkan kerugian sekira Rp86,5 triliun.
"Bahwa istilah kata sumir dan prematur dalam konteks surat dakwaan diartikan sebagai dakwaan yang disusun dan atau dibuat terlalu singkat dan terburu-buru yang belum saatnya untuk diajukan ke depan persidangan," ucap Juniver saat persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/9/2022).
Baca juga: Surya Darmadi Memohon Buka Rekening yang Diblokir: Tolong Lah Yang Mulia Karyawan Kehabisan Beras
Juniver mengatakan bahwa imbas dari dakwaan yang disusun JPU tersebut, Surya Darmadi telah menjadi korban dari proses penegakan hukum.
Ia menilai ada tujuan tertentu sehingga dakwaan disusun terburu-buru, meskipun tidak diungkapkan lebih lanjut yang dimaksud terkait hal itu.
Juniver menggarisbawahi, sudah ada Omnibus Law pada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam Pasal 110 dan Pasal 110 b juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-18 Tahun 2020 menyatakan masih memberikan waktu selama tiga tahun kepada pelaku usaha untuk menuntaskan administrasi pengurusan izin pelepasan kawasan hutan.
"Hanya dikenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan dimaksud," kata Juniver.
Untuk itu, ia meyakini Surya Darmadi tidak akan menjalani proses hukum seperti sekarang ini jika JPU tidak terburu-buru dalam mengambil langkah. Juniver pun menjelaskan dasar penilaiannya itu.
"Karena beberapa perusahaan milik terdakwa yaitu PT Palma Satu, PT Seberida Subur dan PT Panca Agrolestari masih memiliki waktu tiga tahun sampai 2023 untuk menyelesaikan semua proses administrasi pengurusan izin pelepasan kawasan hutan tersebut. Sementara PT Kencana Amal Tani dan Banyu Bening Utama sudah memiliki hak guna usaha atau HGU," jelasnya.
Dalam kasus ini, Surya Darmadi didakwa melakukan korupsi yang menyebabkan kerugian perekonomian negara sekira Rp73,9 triliun atau Rp73.920.690.300.000.