TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan Gubernur Papua lukas enembe harusnya mengajukan praperadilan jika tidak sepakat ditetapkan tersangka kasus korupsi oleh KPK.
Sebab dalam penetapan tersangka, penegak hukum minimal telah memiliki dua alat bukti.
“Aparat penegak hukum ketika menetapkan seorang tersangka butuh bukti permulaan yang cukup, ada 2 alat bukti hukum, penyelidikan KPK itu masuk kepada pencarian alat bukti ketika KPK naik penanganan perkaranya ke penyelidikan,” kata Kurnia, Peneliti ICW, Selasa (20/9/2022) seperti dikutip dari Kompas.TV.
Menurut dia jika Lukas Enembe punya sanggahan, bukan disampaikan kepada publik apalagi melalui unjuk rasa.
"Kalau tidak sepakat dengan penetapan tersangka, ada mekanisme hukum praperadilan," katanya.
Baca juga: Didemo Ribuan Pendukung Gubernur Lukas Enembe, DPR Papua Janji Sampaikan Aspirasi
Lantas dikonfirmasi, bagaimana dengan Lukas Enembe yang mengaku hanya ingin menjalani pemeriksaan KPK di rumahnya di Papua.
Kurnia mengatakan tidak ada pengaturan khusus soal pemeriksaan saksi maupun tersangka dalam kasus korupsi.
ICW mengingatkan ada Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yang bunyinya akan menjerat siapa pun pihak yang menghalangi proses hukum yang dilakukan KPK.
“Jerat hukum bagi pihak yang menghalangi proses hukum yang dilakukan KPK, ancaman hukum 12 tahun penjara,” kata Kurnia Ramadhana.
“Kalau ada bantahan pada proses hukum, bisa disampaikan ke penyidik dan ajukan upaya praperadilan. Kalau tersangka tidak memungkinkan untuk hadir ke pemeriksaan, KPK harus kirim dokter untuk memastikan kondisi tersangka," kata dia menambahkan.
Terlepas dari itu, ICW menilai penetapan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka menjadi bahwa korupsi di Indonesia semakin parah.
“Penetapan tersangka kepada sejumlah kepala daerah tersebut menunjukkan korupsi Indonesia semakin parah,” ucap Kurnia.
Oleh karena itu, ICW mendorong KPK benar-benar melakukan penegakan hukum yang objektif dan akuntabel.
“Kami mendorong agar KPK dapat berkontribusi untuk menciptakan kondisi politik yang kondusif, yang berintegritas dan tegas, yang bisa memberikan efek jera,” ucapnya.
>