TRIBUNNEWS.COM - Penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan suap dan penerimaan gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua, senilai Rp 1 miliar, berbuntut panjang.
Termasuk mendorong sejumlah massa melakukan aksi demonstrasi bertajuk ‘Save Lukas Enembe’.
Tokoh Adat Papua juga buka suara terkait ditetapkannya Lukas Enembe jadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.
Ramses Wally, Tokoh Adat Papuam mengatakan penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka tidak tepat.
Menurut Ramses Wally, KPK seharusnya mengedepankan asas praduga takbersalah.
Tidak hanya itu, Ramses Wally yang juga Yo Ondofolo (kepala suku) Kampung Babrongko, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, mengkritisi soal sikap Partai Demokrat Pusat.
Baca juga: Akui Punya Hubungan Baik dengan Lukas Enembe, Tito Karnavian: Kalau Masalah Hukum Enggak Ikut Campur
Hal tersebut dikatakannya seusai melihat pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman terkait kasus Lukas Enembe, di Jakarta, pada Selasa (20/9/2022) kemarin.
Ramses menyebut sampai hari ini Partai Demokrat besar di Papua itu karena Lukas Enembe, maka itu dengan pernyataan yang dikeluarkan Partai Demokrat Pusat bisa merugikan mereka sendiri.
"Selama masa kepemimpinan Lukas Enembe di Papua, dia berhasil mempertahankan nama Partai Demokrat untuk tetap unggul sampai hari ini, semua itu karena sosok Lukas Enembe, maka itu, jika Demokrat Pusat mengatakan bakal melengserkan Lukas Enembe karena kasusnya, maka itu keliru dan peluang kemenangan pada tahun 2024 akan hilang," jelasnya, dikutip dari Tribun-Papua.com.
"Saya prediksi juga, dengan pernyataan yang ada dapat membuka peluang untuk partai lainnya dalam merebut seluruh kekuasaan politik yang sudah dimiliki Partai Demokrat di Papua selama ini, sebab saya yakin, saat ini seluruh partai besar di Papua sedang menunggu keputusan Partai Demokrat kepada Lukas Enembe," kata Ramses.
Menurutnya, sebelum membuat keputusan, Partai Demokrat Pusat harus lebih memberi ruang dan dukungan kepada Lukas Enembe yang juga sebagai kader Partai.
“Artinya Partai Demokrat pusat harus meminta kepada KPK agar kasus Lukas Enembe harus dilakukan melalui asas dan norma hukum yang sebenarnya, dan apabila benar bersalah maka bisa langsung untuk membuat keputusan, karena saat ini status Lukas Enembe jadi tersangka oleh KPK belum melalui proses pemeriksaan, tetapi secara tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, maka itu hal ini perlu dilihat," ujarnya.
Mahfud MD: Kasus Lukas Enembe Bukan Rekayasa Politik, Tak Ada Kaitannya dengan Parpol
Diberitakan sebelumnya, sejumlah massa tak sepakat dengan ditetapkannya Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan penetapan tersangka Luka Enembe bukan suatu rekayasa politik.
Diberitakan sebelumnya, Lukas Enembe diduga terlibat suap dan penerimaan gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua, senilai Rp 1 miliar.
Hingga akhirnya dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Rabu (14/9/2022).
Tidak hanya itu, ada pula hasil penyelidikan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menemukan adanya transaksi tak wajar oleh Lukas Enembe.
Ada 12 temuan PPATK, salah satunya terkait setoran tunai yang diduga disalurkan Lukas ke kasino judi.
Terkait hal tersebut Mahfud MD mengatakan temuan itu merupakan fakta hukum.
"Maka ingin saya sampaikan hal-hal sebagai berikut, kasus Lukas Enembe bukan rekayasa politik, tidak ada kaitannya dengan parpol atau pejabat tertentu,” ujarnya dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV.
Penjelasan Mahfud MD lainnya:
"Melainkan merupakan temuan dan fakta hukum."
"Dan ingin saya sampaikan bahwa dugaan korupsi yang dijatuhkan kepada Lukas Enembe, yang kemudian menjadi tersangka bukan hanya terduga, bukan hanya gratifikasi Rp 1 miliar."
"Catatannya ada laporan dari PPATK tentang dugaan korupsi atau ketidakwajaran dari penyimpanan dan pengelolaan uang yang jumlahnya ratusan miliar, dalam 12 hasil analisis yang disampaikan kepada KPK."
Baca juga: Lukas Enembe Tersangka Kasus Korupsi, Mendagri Tito: Saya Tidak Bisa Ikut Campur
PPATK Sebut Ada Temuan Transaksi Lukas Enembe ke Kasino
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya transaksi tak wajar oleh Lukas Enembe.
Ada 12 temuan PPATK, salah satunya terkait setoran tunai yang diduga disalurkan Lukas ke kasino judi.
"Salah satu hasil analisis itu adalah terkait dengan transaksi setoran tunai yang bersangkutan di kasino judi senilai 55 juta dolar atau 560 miliar rupiah. Itu setoran tunai dilakukan dalam periode tertentu," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Senin (19/9/2022), melansir Kompas.com.
Tak hanya itu, Ivan mengungkap, pihaknya juga menemukan dugaan setoran tunai tak wajar yang dilakukan Lukas dalam jangka waktu pendek dengan nilai fantastis mencapai Rp 5 juta Dollar Singapura.
Kemudian, masih dengan metode setoran tunai, tercatat ada pembelian jam tangan mewah senilai 55.000 Dollar Singapura atau sekitar Rp 550 juta.
Baca juga: Profil Lukas Enembe, Gubernur Papua yang Kini Jadi Tersangka KPK Kasus Gratifikasi
"PPATK juga mendapatkan informasi bekerja sama dengan negara lain dan ada aktivitas perjudian di dua negara yang berbeda. Itu juga sudah PPATK analisis dan PPATK sampaikan kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," terang Ivan.
Atas kasus ini, PPATK telah membekukan sejumlah transaksi yang diduga dilakukan Lukas ke beberapa orang melalui 11 penyedia jasa keuangan.
Kesebelas penyedia jasa keuangan itu mencakup asuransi hingga bank.
Nilainya lebih dari Rp 71 miliar. Bahkan, menurut PPATK, transaksi mencurigakan tersebut turut melibatkan putra Lukas.
"Transaksi yang dilakukan di 71 miliar tadi mayoritas itu dilakukan di anak yang bersangkutan, di putra yang bersangkutan (Lukas Enembe)," kata Ivan.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati) (Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya) (Tribun-Papua.com/Calvin Louis Erari)