Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengkajian MPR RI angkat suara soal isu presiden tiga periode.
Mereka menyatakan bahwa Badan Pengkajian MPR tidak pernah berbicara atau mengkaji soal amandemen UUD 1945 yang terkait masa jabatan presiden tiga periode tersebut.
“Perlu kami sampaikan bahwa badan pengkajian tidak pernah membicarakan atau mewacanakan amandemen UUD 1945 terkait dengan masa jabatan presiden atau presiden tiga periode,” kata Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI fraksi PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu (21/9/2022).
Djarot menegaskan bahwa wacana yang pernah berkembang di masyarakat tersebut adalah hoaks.
MPR kata dia, sama sekali tak pernah mengkaji perpanjangan masa jabatan presiden.
Baca juga: Tiga Hal Ini Disebut Jadi Penyebab Isu Jokowi Cawapres hingga Tiga Periode Selalu Mencuat
“Jadi kita pada pengkajian itu fokus untuk melaksanakan konstitusi negara. Sehingga kalau di masa lalu ada berbagai macam informasi yang berkembang di sana-sini, itu semuanya hoaks,” jelasnya.
Djarot juga mengatakan bahwa yang berhak atau punya kewenangan untuk mengubah UUD 1945 hanyalah MPR RI.
Selain itu, amandemen tersebut juga harus berdasarkan hasil kajian.
“Karena yang berhak untuk merubah UUD 1945 itu hanya MPR RI. Dan itu harus juga melalui hasil kajian. Badan pengkajian sebagai alat kelengkapan majelis tidak pernah mengkaji perpanjangan masa jabatan presiden,” kata Djarot.
Atas hal itu KPU diminta melaksanakan pemilu serentak 2024 sebagaimana bunyi konstitusi negara yakni pemilihan dilakukan periodik 5 tahunan.
Baca juga: Ketua KPU: Presiden yang Sudah Jabat 2 Periode Bisa Maju Cawapres, Tapi Ada Masalah Usai Dilantik
“Artinya saya sampaikan kepada pak Hasyim dan jajaran KPU bahwa pemilu 2024 itu harus dilaksanakan sesuai konstitusi negara,” katanya.
Tidak Sesuai Prinsip Demokrasi
Terpisah, Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo mengatakan pihaknya menolak wacana Joko Widodo (Jokowi) boleh kembali maju menjadi calon wakil presiden (cawapres) hingga perpanjangan periode jabatan atau tiga periode.
Menurut dia, hal itu tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang sejatinya membatasi dan mengontrol kekuasaan.