TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro memastikan tersangka kasus suap hakim agung Sudrajad Dimyati (SD) akan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pak SD akan memenuhi panggilan dari KPK sehubungan dengan ditetapkannya sebagai tersangka," kata Andi Samsan Nganro di Gedung MA, Jakarta Pusat, Jumat (23/9/2022).
Terkait apakah Sudrajad Dimyati bakal dijemput, Andi Samsan Nganro menyerahkan sepenuhnya kepada kewenangan KPK.
"Intinya Pak Sudrajad siap memenuhi panggilan KPK," ujarnya.
Baca juga: Hakim Agung Sudrajad Dimyati Tiba di KPK Usai Ditetapkan Sebagai Tersangka
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Dalam jumpa pers, Jumat (23/9/2022) pagi, KPK baru mengumumkan penetapan dan penahanan enam tersangka. Sementara empat lainnya belum.
Empat pihak lainnya dimaksud salah satunya ialah Hakim Agung Sudrajad Dimyati.
“Sekarang ada enam tersangka yang sudah kita amankan dan langsung kita tahan. Empatnya kita perintahkan sebagaimana undang-undang, mereka bisa hadir,” ucap Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat.
Firli meminta empat tersangka yang belum ditahan, termasuk Sudrajad, agar bersikap kooperatif memenuhi panggilan penyidik.
Firli menyatakan, KPK akan menangkap para tersangka yang mangkir.
“Pasti kalau tidak (kooperatif) kita akan melakukan pencarian dan kita akan melakukan penangkapan,” tegasnya.
KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Adapun 10 tersangka terkait suap ini adalah Sudrajad Dimyati, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung bernama Elly Tri Pangestu, serta PNS Kepaniteraan Mahkamah Agung Desy Yustria dan Muhajir Habibie.
Kemudian, dua PNS di MA bernama Redi dan Albasri, Yosep Parera dan Eko Suparno selaku pengacara dan dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Ivan Dwi Kusuma Sujanto dan Heryanto Tanaka.
Empat tersangka yang belum ditahan adalah Sudrajad, Redi, Ivan, dan Heryanto.
Firli mengatakan kasus ini terkait dengan dugaan suap pengurusan perkara di MA untuk pengkondisian putusan kasasi.
Berawal ketika adanya laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Pengadilan Negeri Semarang.
Gugatan diajukan Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku debitur dengan diwakili melalui kuasa hukumnya yakni Yosep Parera dan Eko Suparno.
Gugatan itu berlanjut kepada tingkat kasasi di MA.
Yosep dan Eko kemudian melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan Mahkamah Agung yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim.
"Yang nantinya bisa mengkondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP (Yosep Parera) dan ES (Eko Suparno)," tutur Firli.
Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat ialah Desy Yustria dengan imbalan pemberian sejumlah uang.
Desy kemudian diduga mengajak Elly Tri Pangestu dan Muhajir Habibie sebagai penghubung penyerahan uang kepada hakim.
"DS (Desy Yustria) dkk diduga sebagai representasi dari SD (Sudrajad Dimyati) dan beberapa pihak di Mahkamah Agung Agung untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di Mahkamah Agung," sebut Firli.
Total uang yang diserahkan tunai oleh Yosep Parera dan Eko Suparno ialah sekitar 202 ribu dolar Singapura atau setara Rp2,2 miliar.
Uang kemudian dibagi-bagi. Desy Yustria menerima Rp250 juta, Muhajir Habibie menerima Rp850 juta, Elly Tri Pangestu menerima Rp100 juta, dan Sudrajad Dimyati menerima Rp800 juta.
"Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan YP (Yosep Parera) dan ES (Eko Suparno) pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP ID pailit," ujar Firli.