Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti celah kelemahan di lembaga peradilan imbas tersangkanya Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati pada Mahkamah Agung (MA).
Ada empat poin yang disorot oleh lembaga antirasuah tersebut.
Pertama, yakni belum optimalnya koordinasi aparat penegak hukum (APH) dalam penanganan perkara, khususnya pertukaran informasi dan data lintas APH.
"Hal ini menjadi sangat relevan terkait dengan titik rawan korupsi pada pengurusan perkara ini. karena jika data tersebut dapat diakses antar APH, tentu akan mengurangi potensi risiko korupsi, karena bisa saling mengawasi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Selasa (27/9/2022).
Baca juga: Buntut Sudrajad Dimyati Tersangka KPK, Ketua MA Kumpulkan Pimpinan hingga Hakim Agung
Poin kedua, KPK menilai masih terjadinya penyelewengan dalam penegakan hukum.
Hal itu, kata Ali, menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi upaya-upaya edukatif untuk memberikan penyadaran kepada para pemangku kepentingan.
Ketiga, komisi antikorupsi menilai masih lemahnya independensi, pengawasan, dan pengendalian internal.
"Adanya tangkap tangan ini kemudian juga menjadi alert bagi intistusi pengawas peradilan, untuk memastikan proses-proses peradilan bisa betul-betul memedomani prinsip-prinsip hukum dan konstitusi. Sehingga penegakan hukum itu sendiri bisa jauh dari praktik-praktik permufakatan jahat dan korupsi," kata Ali.
Poin terakhir, KPK menilai belum meratanya kualitas keterbukaan informasi serta partisipasi masyarakat dalam pengawasan layanan publik.
"Jika proses penanganan suatu perkara dibuka dan dapat diakses oleh publik, hal ini akan sangat membantu pada aspek pengawasannya. Sehingga APH akan terawasi, kemudian meminimalisasi terjadinya penyelewengan," ujar Ali.
Untuk itu, KPK berupaya akan melakukan tindakan preventif agar modus korupsi pengurusan perkara di MA tak kembali berulang. Hal itu difungsikan melalui Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK).
KPK juga mendorong penguatan sistem penanganan perkara tindak pidana yang terintegrasi, yakni melalui Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI).
"Secara umum, penegakan hukum di Indonesia dianggap masih belum dilakukan secara adil dan transparan," sebut Ali.
Ali menjelaskan, aksi penguatan SPPT-TI menjadi salah satu aksi prioritas Stranas PK dalam rangka membangun sistem Informasi penanganan perkara pidana yang terintegrasi, transparan, mendorong pertukaran dan pemanfaatan data perkara secara elektronik antar lembaga penegak hukum.
Dimana pelaksana aksi terkait SPPT-TI ini yaitu Kemenkopolhukam, kemenkominfo, Badan Siber dan Sandi Negara, Kemenkumham, Keplosian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan KPK.
"Sehingga diharapkan mewujudkan penegakan hukum di Indonesia yang berkualitas dan selaras dengan tujuan pembangunan nasional," kata Ali.
Sementara untuk pendekatan edukatif, KPK turut melaksanakan penguatan integritas para APH.
Ali mengatakan, integritas APH menentukan penegakan hukum di Indonesia.
"Integritas APH menentukan penegakan hukum di Indonesia. Saat ini banyaknya oknum APH yang tidak berintegritas kerapkali melemahkan upaya penegakan hukum dengan praktik suap. Termasuk dalam kegiatan tangkap tangan pengurusan perkara di MA ini," tuturnya.