Tapi ia dicegah oleh Johana.
Saat peristiwa terjadi, putri bungsu yang semula tidur bersamanya dan istri sempat dibawa oleh adik Nasution, Mardiah, ke kamar lain dengan tujuan menyematkan diri.
Karena panik, Mardiah salah membuka pintu.
Pasukan Cakrabirawa bergegas memberondong senjata api tepat di depan mukanya.
Naas, peluru yang ditembak mengenai punggung Ade Irma Suryani.
Ketika memanjat tembok samping rumah, Nasution pun masih berusaha ditembaki oleh Cakrabirawa.
Ia bahkan mendengar salah seorang prajurit yang berteriak, "...seseorang melarikan diri di samping,".
Tak lama, persembunyiannya berpindah di belakang tong air yang berada di rumah duta besar Irak.
Di persembunyiannya, ia tak habis pikir mengapa Cakrabirawa mencoba untuk membunuhnya
Di momen-momen itu, ia masih mencoba berpikir untuk pergi ke rumah Wakil Menteri Leimena karena berdekatan dengan rumahnya.
Namun, Nasution mengurungkan niat hingga fajar menyingsing karena menganggap daerah tersebut masih dikuasai Pasukan Cakrabirawa.
Beberapa hari setelahnya, tepat pada 5 Oktober 1965, ia yang mengantar keenam jenazah jenderal AD dan ajudannya ke peristirahatan terakhir.
Para jenderal itu adalah Jenderal Ahmad Yani, Letjen Suprapto, Mayjen S Parman, Mayjen MT Haryono, Mayjen D I Pandjaitan, Mayjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Pierre Tendean.
Adapun rumah yang kala itu ditempati Nasution dan Keluarga di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, menjelma menjadi museum dengan nama Museum Sasmitaloka Jenderal Besar Dr. A. H. Nasution.