Selain itu, buku karya AH Nasution ini menjadi buku wajib di akademi militer di berbagai negara, termasuk West Point, Amerika Serikat yang merupakan sekolah militer elite dunia. Jenderal AH Nasution dikenal tegas dan berani.
Ia terang-terangan menentang komunis bahkan turut terjun memimpin pasukan Siliwangi dalam menumpas pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948.
AH Nasution berhasil selamat dari G30S PKI AH Nasution merupakan salah satu target penculikan PKI pada 30 September 1965, namun berhasil lolos.
Sekitar pukul 04.00 pada hari tersebut, pasukan Cakrabirawa datang ke kediaman Nasution.
Johanna Sunarti, istri AH Nasution memintanya tidak keluar rumah menemui pasukan Cakrabirawa.
Baca juga: Profil Letkol Untung, Komandan Cakrabirawa Pemimpin G30S, Nasibnya Tak Seberuntung Namanya
Ia beserta istri, adiknya Mardinah, dan anak bungsunya, Ade Irma Suryani Nasution, melarikan diri ke samping rumah.
Namun, Ade Irma Suryani, yang saat itu digendong oleh Mardinah, terkena tembakan pada bagian punggung.
Karena ancaman masih ada, AH Nasution dan istri memintanya tetap melarikan diri menjauh dari rumah yang sudah dikepung.
AH Nasution berhasil melarikan diri dengan melompat pagar. Namun saat jatuh ke halaman Kedutaan Irak, pergelangan kakinya patah.
Hingga pasukan Cakrabirawa pergi dari rumahnya, AH Nasution terus bersembunyi.
Jenderal ketiga yang mendapatkan Bintang Lima Jenderal Besar AH Nasution merupakan satu-satunya Jenderal Besar yang berhasil selamat dari peristiwa G30S PKI.
Meskipun demikian, ia kehilangan puteri bungsunya, Ade Irma Suryani, setelah beberapa hari mendapat perawatan di rumah sakit.
Setelah peristiwa G30S PKI, AH Nasution kemudian diangkat menjadi Ketua MPRS. Pada tahun 1972, AH Nasution dipensiunkan dini dari dinas militer.
Bertepatan pada hari ABRI, tepatnya pada 5 Oktober 1997, AH Nasution dianugerahi pangkat "Jenderal Besar Bintang Lima" setelah selama 21 tahun "dikucilkan" oleh Presiden Soeharto.