TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad mengatakan pencopotan Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat dan 9 Komandan Brimob buntut tragedi Stadion Kanjuruhan tidak serta merta menghapuskan pertanggungjawaban pidana mereka.
Menurutnya proses hukum harus juga menyasar bukan hanya pelaku lapangan, tapi juga komandan yang bertugas saat itu.
"Digesernya Kapolres dan komandan Brimob tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana mereka," kata Hussein dalam konferensi pers daring Tragedi Kemanusiaan Kanjuruhan, di kanal Youtube Yayasan LBH Indonesia, Rabu (5/10/2022).
Hussein menyampaikan dalam konteks peristiwa di Stadion Kanjuruhan, menurutnya mustahil tidak ada perintah atau izin dari atasan ketika aparat lapangan menembakkan gas air mata.
Kalaupun tindakan penembakan gas air mata berdasarkan diskresi atau tindakan sendiri yang diambil aparat di lapangan, Hussein mempertanyakan adanya pembiaran tindakan tersebut.
Baca juga: Setelah Kapolres Malang, Ramai Desakan Minta Kapolda Jatim Dicopot Imbas Tragedi Kanjuruhan
"Dalam konteks peristiwa di Kanjuruhan, tidak mungkin tidak ada perintah dari atasan atau izin dari atasan ketika melakukan penembakan (gas air mata). Kalaupun mereka menggunakan diskresi mereka, bertindak sendiri, kenapa kemudian dibiarkan," ujarnya.
"Dalam konteks itu saja salah ada pembiaran. Karena ini masuk pembunuhan. Sekian ratus orang tidak mati tiba-tiba karena serangan jantung. Tapi karena proses yang mendahuluinya, misalnya ditembakkan gas air mata," jelas dia.