TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh mengangkat wacana calon Panglima TNI tidak perlu melalukan proses fit and proper test di DPR.
Menurut Bernard hal tersebut karena proses fit and proper test calon Panglima TNI di DPR berpotensi menarik TNI ke dalam politik praktis.
Ia menjelaskan pada saat reformasi, TNI harus melepas dwi fungsinya (saat itu dwi fungsi ABRI) dan tidak lagi masuk ke dalam politik praktis serta kembali ke barak.
Tapi di samping itu, kata dia, dalam Undang-Undang baru TNI (UU nomor 34 tahun 2004) mengatakan bahwa calon Panglima TNI harus melakukan fit and proper test di DPR.
Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi bertajuk Setelah 77 Tahun TNI: Diskursus Sipil-Militer dan Tantangan Demokrasi di Pemilu 2024 yang disiarkan di kanal Youtube PARA Syndicate pada Kamis (6/10/2022).
"Menurut pandangan saya secara sengaja atau tidak sengaja, menarik kembali (TNI) ke dalam politik praktis," kata Bernard.
Baca juga: Jenderal Andika Perkasa Jelaskan Komunikasi dengan Presiden Jokowi soal Calon Panglima TNI
"Kenapa? DPR adalah representasi dari partai politik. Dari berbagai partai politik. Pasti suka tidak suka, ini si calon jenderal, atau yang ingin jadi panglima bisa terjebak dengan kepentingan-kepentingan partai politik," sambung dia.
Bernard juga tidak memungkiri ada satu atau dua prajurit terutama perwira TNI yang disebutnya sebagai petualang politik.
Biasanya, kata Bernard, hal tersebut dilakukan untuk mencari posisi dengan mendekati partai politik terutama partai yang berpengaruh meskipun hal tersebut perlu pembuktian lebih lanjut.
"Tapi inilah yang saya mau katakan, karena adanya persyaratan-persyaratan ini, partai politik masih memiliki kekuatan untuk menentukan person-person, atau pejabat-pejabat TNI," kata Bernard.
Ia pun berpendapat perihal perlu tidaknya untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 guna mereorganisasi TNI sehingga menjadi alat pertahanan yang sejati.
Apabila hal tersebut perlu, kata dia, maka menurutnya calon panglima TNI tidak perlu lagi melalui proses fit and proper test di DPR.
Ia pun mengajak agar militer aktif fokus mengerjakan fungsi dan tugasnya sebagai alat pertahanan dan para elit politik melaksanakan fungsi dan tugas mereka dalam masalah politik.
Dengan demikian, kata dia, keduanya tidak perlu saling menarik apalagi ikut campur yang terlalu mendalam di antara keduanya.
"Bahwa ada peluang setiap saat, atau kita butuhkan atau sesuai jadwal, itu kan ada ruang dalam RDP (Rapat Dengar Pendapat) namanya, itu bisa menyeleraskan atau menanyakan ini kenapa, ini maksudnya apa, bukan saling menyalahkan," kata Bernard.
"Karena kalau kita ikuti RDP begitu, seakan DPR Komisi I ini atasannya TNI. (TNI) Dimarah-marahi, disalah-salahkan, padahal ini kan mitra," sambung dia.