TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Niluh Djelantik memutuskan mengundurkan diri dari NasDem setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dideklarasikan sebagai calon presiden (capres) di 2024.
Niluh pun bercerita ketika NasDem dituding partai pendukung penista agama pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.
Saat itu, dirinya bersama NasDem mendukung Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok.
Sementara rival Ahok kala itu adalah Anies Baswedan yang kini dideklarasikan partai besutan Surya Paloh.
"Saat itu NasDem adalah salah satu partai yang mengusung Ahok, salah satu yang paling depan mengusung Basuki Tjahaja Purnama, partai pendukung penista agama kalau kita melihat hari ini. Kalau kita ketik google partai pendukung penista agama itu adalah NasDem," kata Niluh dalam webinar Tribun Series: Mengapa Mundur Setelah Anies Diusung Bakal Capres?, Jumat (7/10/2022).
Niluh menyebut awalnya ia menganggap baik-baik saja ketika Anies menyatakan maju dalam Pilkada DKI.
Terlebih, kata dia, dirinya sudah saling mengenal ketika Anies menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina.
"Pak Anies Baswedan adalah salah satu idola saya mas. Salah satu idola saya sejak beliau masih di Paramadina," ujarnya.
Namun, pada Pilkada DKI 2017 Niluh mengaku dirinya bersama teman-teman yang mendukung Ahok diskreditkan.
Baca juga: Niluh Djelantik Menangis Disebut Tidak Berbuat Apapun untuk NasDem: Menyakiti Basis Massa di Bali
"Kami mengalami begitu banyak intimidasi-intimidasi, mendiskreditkan saya sebagai seorang personal Niluh Djelantik, mendiskreditkan usaha kami," ungkapnya.
Lebih lanjut, Niluh menegaskan dirinya tak membenci Anies secara personal terkait Pilkada 2017.
Sebaliknya, ia berharap Anies meminta maaf secara nasional maupun global terkait Pilkada 2017.
"Jadi tidak ada benci saya secara personal kepada Anies Baswedan, tidak ada kekesalan saya secara personal, akan tetapi saya sangat berharap dia memiliki jiwa besar, dia memiliki kemampuan merangkul," imbuhnya.