Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disarankan melakukan pendekatan ke para tokoh di Papua agar pemanggilan Gubernur Lukas Enembe berjalan mulus.
Dalam prosesnya, penyidik perlu menjelaskan bahwa Lukas menghadapi proses hukum murni.
Diketahui, penyidik sudah melayangkan surat panggilan pertama dan kedua, namun Lukas tidak kunjung menghadiri pemeriksaan di kantor KPK, Jakarta.
Lukas beralasan ia sakit. Ada dorongan agar KPK menggunakan upaya paksa berupa penangkapan. Namun itu tidak mudah diwujudkan, karena massa pendukung menjaga rumah Lukas.
Peneliti PUKAT UGM Zaenur Rohman menyarankan, selain menjalankan prosedur pemanggilan, KPK perlu menjalin komunikasi dengan tokoh masyarakat dan agama. Sehingga saat penangkapan tidak menimbulkan konflik.
"KPK bisa pendekatan ke tokoh masyarakat, jelaskan bahwa ini proses hukum murni, tidak ada politik dan lain-lain. Tugas KPK membangun komunikasi dengan tokok adat, tokoh agama. Ini bisa jadi cara KPK menghindari penolakan masyarakat saat upaya paksa dengan cara penangkapan," kata Zaenur, Selasa (11/10/2022).
Terkait aksi masyarakat yang melindungi Lukas, Zaenur mengatakan, ada sikap kontradiktif sebagian masyarakat menyikapi kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi.
Baca juga: Lukas Enembe Datangkan 3 Dokter Singapura untuk Merawatnya, KPK Periksa Pengelola Kasino Singapura
Dalam hampir semua survei masyarakat menganggap korupsi masalah serius yang harus diberantas. Tidak ada masyarakat yang mendukung korupsi. Namun, jika ada tokoh yang didukung menjadi tersangka korupsi, ada saja kelompok pembela.
"Misalnya mengatakan bahwa kasus tersebut rekayasa dijebak lawan politik," ujar Zaenur.
Bentuk pembelaan para pendukung kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi bahkan hingga merintangi penangkapan, seperti pernah terjadi di Buol. Menurut Zaenur ada beberapa faktor yang menyebabkan fenomena dukungan sebagian masyarakat kepada tersangka korupsi.
"Pertama, kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi adalah tokoh elite yang selama ini punya pengaruh kuat. Termasuk pengaruh dalam bidang ekonomi dan sumber daya. Banyak orang yang hidupnya bergantung kepada tersangka," katanya.
Kedua, ada kesamaan latar belakang primordial antara tersangka dan para pendukung, misalnya satu suku, organisasi kemasyarakatan, atau organisasi keagamaan. Ada perasaan pendukung ingin melindungi kelompoknya.
Ketiga, tersangka selama ini memelihara konstituen, misalnya dengan politik uang atau pork barrel yakni kebijakan yang menguntungkan pendukung. Keempat, tersangka masih memiliki jaringan elit pendukung yang bisa menggerakkan massa.