News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Peneliti UI Bantah Tak Pernah Akui Bahaya BPA pada Galon, Justru Dukung Regulasi BPOM

Penulis: Muhammad Fitrah Habibullah
Editor: Bardjan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi galon polikarbonat.

 TRIBUNNEWS.COM - Peneliti sekaligus dosen Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia Dr. rer. nat. Agustino Zulys, S.Si., M.Sc. menyayangkan penggiringan opini sebagian pihak mengenai dirinya pada wawancara yang dimuat di media beberapa waktu lalu.

Ia membantah pemberitaan sebelumnya yang menyebutkan dirinya mengatakan belum ada penelitian yang membuktikan bahya paparan Bisphenol A (BPA) dari kemasan galon berbahan polikarbonat.

Padahal, sebaliknya, ia menegaskan justru sudah terdapat penelitian mengenai bahaya migrasi BPA pada AMDK galon guna ulang polikarbonat.Ia tak pernah meyimpulkan bahwa BPA tidak berbahaya.

Selain itu, ia juga mendukung langkah regulasi pelabelan BPA pada galon polikarbonat yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Seperti yang diketahui, BPA merupakan zat kimia pengeras plastik yang digunakan untuk memproduksi kemasan makanan dan minuman, salah satunya galon.

Sejauh ini, banyak riset global yang sudah menyatakan kandungan BPA pada galon guna ulang polikarbonat berbahaya bagi kesehatan dalam jangka panjang.

Menurut sejumlah penelitian, paparan BPA berlebih terbukti mengganggu sistem tubuh manusia. BPA berdampak pada mekanisme endocrine disruptor, khususnya hormon estrogen yang dapat mengganggu sistem reproduksi dan sistem kardiovaskular. Lebih jauh lagi, BPA juga dapat memicu diabetes, kanker, sakit ginjal, obesitas, dan gangguan perkembangan otak, terutama tumbuh kembang anak.

Karena potensi bahayanya telah teruji, beberapa negara bahkan sudah melarang penggunaan BPA, seperti Perancis, Negara Bagian California di Amerika Serikat, Denmark, Malaysia, Australia, dan Swedia.

Kembali Agustino menegaskan tidak pernah menjelaskan bahwa BPA tak berbahaya.

“Saya tekankan di situ soal mikroplastik, bukan BPA tidak berbahaya, jadi itu  miskomunikasi dan salah juga,” kata Agustino melalui rilis yang diterima Tribunnews pada Senin (10/10/2022).

Agustino melanjutkan, “Intinya banyak yang tidak tepat. Saya tidak tahu kalau itu wawancara dan dimuat di media, karena awalnya hanya mengajak diskusi dan bukan meminta pernyataan soal BPA. Yang saya maksud juga bukan BPA tidak berbahaya. Itu keliru.”

Soal bahaya BPA, Agustino mengatakan bahwa dirinya sejalan dengan pemerintah dan BPOM. Meski begitu, ia menegaskan bahwa dirinya dan para akademisi berbicara berdasarkan hasil riset independen dan tak memihak pihak mana pun.

“Saya juga tidak mau dikesankan ada konflik (dengan BPOM),” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, sudah jelas ada penelitian tentang BPA yang menyebutkan bahwa bahan kimia tersebut berbahaya pada kadar tertentu.

“Kalau ada hasil penelitian tentang (ambang) batasannya, itu tentu berbahaya,” katanya.

Saat ini, regulasi pelabelan BPA sudah diserahkan dari BPOM ke Sekretariat Kabinet untuk pengesahan.

Kandungan BPA yang lewati batas ditemukan di kota besar

Belum lama ini, hasil penelitian BPOM juga telah menemukan kandungan BPA dalam AMDK galon polikarbonat di enam daerah yang sudah melewati ambang batas yang ditentukan, yakni 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter, sepanjang periode 2021-2022.

Enam daerah tersebut adalah Jakarta, Bandung, Manado, Medan, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara.

Bahkan, temuan di Medan cukup mengejutkan lantaran mencapai 0,9 ppm per liter yang jauh melampaui ambang batas.

Dr. Evi Naria dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, memaparkan temuan BPA tersebut di Medan. Evi menegaskan, kemasan air galon yang bebas BPA masih amat sedikit jika dibandingkan dengan konsumsinya.

“Jumlah konsumen air galon mencapai 85 juta. Produksi air minum mencapai 21 miliar liter per tahun dan sebanyak 22 persen di antaranya diproduksi dalam galon. Sejauh ini, 96,4 persen bahan galon adalah polikarbonat, tapi kemasan yang bebas BPA baru 3,6 persen,” kata

Evi melanjutkan, “Kandungan BPA berlebih bisa menganggu fungsi hati, kekebalan tubuh, dan otak. Kelompok populasi beresiko tinggi adalah bayi, anak-anak, dan ibu hamil.”

Merujuk pada temuan dan pernyataan BPOM tentang kandungan BPA pada AMDK di enam daerah tersebut, Agustino juga turut mendukung upaya BPOM untuk memberikan pelabelan BPA di AMDK galon polikarbonat.

“Kalau dalam pembuatannya menggunakan polikarbonat, pasti ada BPA-nya dan itu perlu dituliskan. Ya, saya setuju  (langkah pelabelan BPA oleh BPOM), itu buat kebaikan kita juga,” jelas Agustino.

Agustino pun tetap menegaskan mendukung revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan karena menurutnya hal itu dilakukan untuk kebaikan masyarakat luas.

Singkatnya, revisi ini berupa kewajiban produsen AMDK galon polikarbonat untuk mencantumkan peringatan ”simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam” pada kemasan.

Selain itu, khusus untuk AMDK yang menggunakan kemasan galon polikarbonat juga wajib mencantumkan tulisan “Berpotensi Mengandung BPA”.

Pengujian migrasi BPA bisa dilakukan di laboratorium

Pada praktiknya, proses pemeriksaan apakah air mineral dari galon plastik keras polikarbonat mengandung bahan kimia berbahaya BPA tidaklah sulit untuk dilakukan. BPOM pun sudah berulang kali mengumumkan secara terbuka hasil temuan dari lab mereka.

Bahkan, masyarakat yang paling rentan terkena bahaya BPA pun bisa mengecek langsung kebenarannya tentang migrasi dan bahaya BPA dari galon polikarbonat.

Secara regulasi, standar pengujian migrasi BPA mengacu pada SNI 7626-1: 2017. Pengujian migrasi BPA sudah dapat dilakukan di laboratorium terakreditasi di Indonesia.

Pengujian bisa dilakukan di laboratorium BPOM, Kementerian Perindustrian (Balai Besar Standardisasi Pelayanan Jasa Industri Kimia, Farmasi dan Kemasan), PT SGS, dan PT Intertek.

Untuk biayanya, disesuaikan dengan tarif setiap laboratorium dan pada umumnya berkisar antara Rp 750 ribu sampai Rp 4 juta lima ratus ribu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini