News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Helikopter AW

Disebut Terima Uang Komando Helikopter AW-101 Rp17 M, Ini Respons Eks KSAU Agus Supriatna

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna (tengah) menjawab pertanyaan wartawan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/1/2018).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna disebut menerima Rp17,73 miliar sebagai dana komando dalam pembelian Helikopter Agusta Westland (AW)-101. 

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh alias Irfan Kurnia, yang didapat Tribunnews.com.

Merespons hal tersebut, Teguh Samudera selaku kuasa hukum Agus Supriatna menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) arogan dalam mendakwa John Irfan Kenway.

"JPU KPK telah mendakwa terdakwa JIK (John Irfan Kenway) bersama-sama dengan para saksi yang tunduk pada peradilan militer termasuk membangun narasi secara bombastis seolah-olah klien kami menerima uang dari JIK sebesar kurang lebih Rp17 miliar,” ujar Teguh lewat pesan tertulis, Jumat (14/10/2022).

Teguh mengatakan, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri juga dengan mudahnya melontarkan hal-hal yang belum terbukti kejelasannya dengan tidak mempertimbangkan perasaan para saksi yang tunduk pada peradilan militer atau institusi negara yang sah.

Menurutnya, KPK harusnya paham dan mengerti etika tentang rasa saling hormat-menghormati sesama lembaga negara, pejabat ataupun mantan pejabatnya.

“Akan tetapi faktanya dalam dakwaan terdakwa JIK, JPU KPK langsung menjustifikasi klien kami Marsekal (Purn) Agus Supriatna menerima uang sebesar Rp17 miliar lebih untuk dana komando dengan dari terdakwa JIK,” katanya.

Teguh juga menyayangkan sikap Ali Fikri yang menyampaikan penilaian subjektif atas keberatan yang disampaikannya. 

Diterangkan Teguh, KPK seolah membenarkan telah melakukan justifikasi dengan alasan telah memberi kesempatan dan memanggil kilennya sebanyak dua kali sewaktu penyidikan, tetapi tidak kooperatif.

“Sungguh sangat tidak etis di ruang publik sesukanya mendiskreditkan dan merendahkan harga diri, derajat harkat martabat pribadi mantan KSAU dan institusi TNI," terangnya. 

Sebagai lembaga ad hoc, lanjut Teguh, seharusnya KPK tidak patut menyatakan persepsi subjektifnya ke publik yang merusak citra kliennya. 

Apa lagi, menilai bantahan penasihat hukum sebagai hal yang tidak bermakna sebagai pembuktian.

“Publik sangat cerdas, sehingga paham apapun yang dikatakan jubir KPK hanya sebagai upaya menutupi lemahnya diri sendiri yg tidak percaya diri dalam melaksanakan tugasnya,” katanya.

Baca juga: KPK Telisik Hadirkan Eks KSAU Agus Supriatna di Sidang Kasus Korupsi Helikopter AW-101

Lebih lanjut, Teguh menjelaskan bahwa pengadaan Helikopter AW-101 dilaksanakan sewaktu Agus Supriatna menjabat sebagai KSAU. Maka, pemanggilan terhadap Agus Suprianta harus melalui atasannya.

“Tidak boleh sesukanya langsung memanggil kepada dan dialamatkan kediaman pribadi yang bersangkuran,” ujarnya.

Akan tetapi, menurut Teguh, KPK justru tidak mau mengerti dan menghormati ketentuan khusus yang berlaku di TNI sebagai lex specialis. 

Dia melihat KPK cenderung sesukanya dengan alasan mendasarkan pada wewenangnya lalu mendegradasi harkat martabat pejabat TNI. 

“Sungguh sangat tidak terpuji, bahkan dapat dimaknai sesukanya sendiri. Harusnya kini saatnya penegakan hukum KPK murni pro justicia untuk dibuktikan di persidangan atas hasil kerjanya, tidak perlu di ruang publik via medsos menjustifikasi merendahkan harga diri harkat martabat manusia dan institusi TNI,” katanya. 

Karena, kata Teguh, siapapun yang di KPK nantinya bakal pensiun dan kembali menjadi warga biasa. 

"Jangan sampai karena rendah atau buruk capaian kerja KPK mengorbankan pribadi mantan KASAU dengan cara yang tidak manusiawi,” kata dia.

Untuk diketahui, Jhon Irfan Kenway didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp738.900.000.000 (Rp738,9 miliar) terkait pengadaan Helikopter AW-101 di TNI-AU tahun 2016. Irfan Kurnia didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi.

Jaksa menyebut Irfan memperkaya diri dari pembelian atau pengadaan helikopter angkut TNI-AU sebesar Rp183.207.870.911 (Rp183 miliar).

Selain itu, Irfan disebut juga turut memperkaya orang lain terkait pengadaan helikopter TNI-AU tersebut.

Adapun, pihak lain yang turut diperkaya Irfan yakni mantan KSAU Agus Supriatna sebesar Rp17.733.600.000.

Sedangkan korporasi yang diperkaya yaitu perusahaaan AgustaWestland sebesar 29.500.000 dolar AS atau setara Rp391.616.035.000 serta perusahaan Lejardo Pte Ltd sebesar 10.950.826,37 dolar AS atau sekitar Rp146.342.494.088.

Jaksa menyatakan bahwa kerugian negara Rp738,9 miliar tersebut didapatkan dari hasil penghitungan kerugian keuangan negara atas pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU tahun 2016 yang dilakukan oleh ahli dari Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.

Baca juga: Dakwaan KPK: Eks KSAU Agus Supriatna Terima Dana Komando Helikopter AW-101 Rp17 Miliar

Berdasarkan surat dakwaan jaksa KPK, Irfan Kurnia Saleh didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 bersama-sama dengan Lorenzo Pariani selaku Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products; Bennyanto Sutjiadji selaku Direktur Lejardo, Pte. Ltd.

Kemudian, eks KSAU dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) periode Januari 2015 sampai Januari 2017, Agus Supriatna; Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Kadisada AU) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) periode tahun 2015 sampai dengan 20 Juni 2016, Heribertus Hendi Haryoko.

Selanjutnya, Kadisada AU sekaligus PPK periode 20 Juni 2016 sampai 2 Februari 2017, Fachri Adamy; Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) KASAU TNI-AU periode tahun 2015 sampai Februari 2017, Supriyanto Basuki; serta Kepala Pemegang Kas (PEKAS) Mabes TNI-AU, Wisnu Wicaksono.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini