News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PROFIL Alm Freddy Budiman, Gembong Narkoba yang Dieksekusi Mati, Sempat Ngaku Bayar Rp 90M ke Polri

Penulis: Siti Nurjannah Wulandari
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gembong narkoba Freddy Budiman tahun 2015 sebelum dieksekusi mati, dulu sempat ngaku bayar miliaran rupiah untuk Mabes Polri, kini disangkutkan dengan penangkapan Irjen Teddy Minahasa atas kasus yang sama

Freddy kemudian dieksekusi mati pada 29 Juli 2016 sekitar pukul 20.00 WIB di LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Jenazah Freddy Budiman lalu dimakamkan di Surabaya, Jawa Timur.

Sebelum dieksekuis, Freddy Budiman nampak telah berubah, ia mengaku telah bertobat.

Dikutip dari situs kejari-jakbar.go.id, Freddy Budiman mengaku telah bertaubat dan meminta maaf pada seluruh masyarakat Indonesia, Jaksa Agung, Kapolri, Kepala BNN, hingga MA.

Menurut pengakuan sang anak, Freddy Budiman juga meminta untuk diizinkan sholat Isya dulu sebelum dieksekusi mati.

Terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman, bertukar tempat dengan terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Baasyir di Lapas Pasir Putih Nusakambangan pada Sabtu (16/4/2016) sekitar pukul 09.00 WIB (Tribunnews.com/HO)

KontraS Ungkap Pengakuan Freddy Budiman Beri Uang Miliaran pada BNN dan Mabes Polri

Dikutip dari Tribunnews.com, pada tahun 2016 silam, Koordinator KontraS, Haris Azhar dalam pesan singkatnya menceritakan bagaimana tereksekusi mati, Freddy Budiman pernah mengungkapkan dirinya memberi sejumlah uang kepada BNN sebagai 'Uang Setor' bisnis narkobanya.

"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang 450 Miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 Miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri," ujar Fredi kepada Harris sebelum dieksekusi.

"Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua, di mana si jenderal duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil tersebut dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh barang narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun,” cerita Haris soal pernyataan Freddy, Jakarta, Jumat (29/7/2016).

Harris melanjutkan bahwa BNN juga pernah diberitahu mengenai keberadaan pabrik narkoba yang berada di Cina oleh Freddy, namun petugas BNN tidak dapat melakukan apapun dan akhirnya kembali ke Indonesia.

Dari keuntungan penjualan, Freddy mengatakan dapat membagi-bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu, termasuk Mabes Polri untuk mengamankan bisnis narkobanya.

Haris mengakui ada yang tidak benar saat mengunjungi Freddy Budiman di Lapas Nusakambangan pada 2014 lalu karena tidak ada satupun Closed Circuit Television (CCTV) di dalam penjara Freddy.

"Saya mengangap ini aneh, hingga muncul pertanyaan, kenapa pihak BNN berkeberatan adanya kamera yang mengawasi Freddy Budiman? Bukankah status Freddy Budiman  sebagai penjahat kelas “kakap”  justru harus diawasi secara ketat?" katanya.

Hingga pada akhirnya, Freddy mengungkapkan bahwa dirinya hanya sebagai pihak yang selalu diperas oleh penegak hukum meski tetap 'diamankan' dalam melakukan bisnis narkoba.

Mendengar hal tersebut, Kapolri pada saat itu, Tito Karnavian menilai pengakuan Freddy Budiman hanya untuk menunda eksekusinya.

"‎Yang beredar di viral itu informasi tidak jelas, ada disebut Polisi ada BNN. Ini formasi, kalau bukti itu harus jelas ada namanya siapa. Jadi yang di viral itu informasi bukan kesaksian. Kalau kesaksian itu ada yang melihat, mendengar dan mengetahui. Kalau ini kan dia hanya menerima informasi," ujar Tito Karnavian.

(Tribunnews.com / Siti N/ Theresia Felisiani/ Kompas.com/ Theresia Ruth Simanjuntak/ Rindi Nuris Velarosdela)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini