Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS,COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak mengatakan bahwa hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani persidangan tersangka Ferdy Sambo Cs 'memiliki nalar'.
Menurutnya, motif yang disampaikan tersangka Putri Candrawathi dalam surat dakwaanya yang menyebut adanya dugaan pelecehan seksual terhadap dirinya oleh Brigadir J tidak bisa disebut benar karena bersifat subjektif.
Mengingat saat ini pihak yang dituduh melakukan pelecehan seksual telah meninggal dunia.
"Saya pikir Jaksa Penuntut Umum, hakim itu kan punya nalar ya, dan memang di dalam surat dakwaan itu tidak ada suatu kepastian bahwa peristiwa yang terjadi itu, misalkan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Yoshua, ataupun berhubungan dengan seksual, tidak ada," kata Martin dalam program Kompas.TV, Senin (17/10/2022).
Baca juga: Putri Candrawathi Hadiahi iPhone 13 Pro Max ke Brigadir E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf
Martin pun menekankan dalam surat dakwaan tersebut, tersangka lainnya yakni sang Asisten Rumah Tangga (ART) Kuat Ma'ruf tidak bisa memastikan kebenaran motif tersebut.
"Bahkan di situ tertulis kan ada suatu frasa yang mengatakan bahkan setelah Kuat Maruf tidak mengetahui secara pasti yang terjadi," jelas Martin.
Ia kembali menekankan bahwa peristiwa yang diduga terjadi antara Putri dan Brigadir J masih 'simpang siur'.
Bahkan pasal yang menjerat para tersangka termasuk Putri Candrawathi pun bukan terkait kekerasan seksual, melainkan pasal pembunuhan dan pembunuhan berencana.
Begitu pula pasal lainnya yang terkait dengan Obstruction of Justice atau menghalangi penyidikan yang turut menjerat suami Putri Candrawathi yakni Ferdy Sambo.
"Jadi di situ memang dijelaskan peristiwanya itu masih sumir ya dan kita harus ingat yang diadili di sini adalah perkara (Pasal) 340, 338, ada Obstruction of Justice ya, bukan kekerasan seksual. Jadi kebenaran materiil yang akan digali secara luas itu adalah 3 perbuatan tersebut yang khusus untuk pak Ferdy Sambo," tegas Martin.
Namun jika dilihat dari motif yang melatarbelakangi kasus ini, kata dia, untuk mengajukan tuntutan, tentunya harus mempertimbangkan berdasarkan alat bukti.
"Nah namun terkait motifnya, ada kesimpulan dari Jaksa Penuntut Umum dalam penuntutan ya, menyetujui bahwa terjadi motif tersebut sesuai dengan keinginan bu Putri. Nah ini yang saya bilang tadi, tentunya jika memang dijadikan motif, harus berdasarkan dengan pertimbangan dan alat-alat bukti yang mendukung," papar Martin.
Martin pun meyakini bahwa motif pelecehan atau kekerasan seksual itu tidak dapat dibuktikan dalam sidang tersebut lantaran hanya berdasar pada keterangan salah satu pihak yang tidak berimbang.
"Saya bisa yakini itu tidak akan bisa dibuktikan di sidang, karena hanya berdasarkan oleh keterangan saksi yang sangat subjektif ," pungkas Martin.
Perlu diketahui dalam berkas dakwaan tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk kasus Obstruction of Justice, Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, Kompol Baiquni Wibowo, AKBP Arif Rahman, Kompol Chuck Putranto dan AKP Irfan Widyanto dijerat Pasal 49 Jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat 1 Jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.
Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.