News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

Novel Baswedan Sebut Belum Ada Bukti Ganjar Pranowo Terlibat Kasus Korupsi e-KTP

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan pegawai KPK Novel Baswedan menyebut Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo belum cukup bukti terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks penyidik KPK Novel Baswedan menyebut Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo belum cukup bukti terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP).

Saat di KPK, Novel merupakan salah satu penyidik yang menangani kasus korupsi merugikan negara hingga Rp2,3 triliun ini.

"Dalam banyak kesempatan saya berani berbicara bahwa memang pemenuhan alat buktinya belum masuk standar pembuktiannya. Kenapa saya bisa bilang gitu? Ya penyidiknya saya kok, saya lebih tahu," kata Novel dalam tayangan video di dalam saluran YouTube miliknya, dikutip pada Rabu (19/10/2022).

Novel pun menegaskan Ganjar tidak termasuk orang yang mengembalikan uang dalam kasus korupsi EKTP.

“Nggak nggak, itu dibilang mengembalikan (uang) itu enggak bener,” kata Novel.

Tribunnews.com sudah mendapat izin dari Novel Baswedan untuk mengutip pernyataan di dalam podcast tersebut.

Novel yang kini berstatus ASN Polri itu menegaskan menyampaikan hal tersebut bukan untuk membela Ganjar, melainkan membela kebenaran dan keadilan.

Baca juga: Novel Baswedan Ungkap Alasan Bela Anies Baswedan di Kasus Formula E

"Jadi, kita bukan membela-bela. Apakah berarti saya membela pak Ganjar? Bukan. Saya membela kebenaran. Saya membela keadilan," katanya.

Novel menuturkan bahwa nama Ganjar memang sering disebut dalam persidangan kasus korupsi e-KTP.

Bahkan, politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu beberapa kali telah diperiksa sebagai saksi oleh KPK.

"Tapi, membicarakan soal hukuman proses hukum apalagi hukum pidana itu ada standar pembuktian yang harus bisa terpenuhi. Bukan sekadar kemudian 'Oh, udah deh ini kenain dulu, nanti kalau enggak bisa dihentikan'. Apakah boleh seperti itu? Ini yang merusak di KPK," ujarnya.

Baca juga: Reaksi Novel Baswedan hingga Eks Ketua WP KPK saat Febri Diansyah Jadi Pengacara Istri Ferdy Sambo

Novel menyampaikan hal tersebut ketika menyinggung penyelidikan Formula E yang menyeret Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Ia menekankan bahwa penanganan kasus dugaan korupsi di KPK tak boleh dipolitisasi.

"Jadi, bukan untuk membela kasus kebetulan Bang Anies yang kemudian dikaitkan oleh perkara ini. Saya pun sangat meyakini bahwa beliau tidak seperti yang disebutkan dalam tuduhan tadi. Kalaupun seandainya beliau berbuat, saya enggak akan membela," tutur Novel.

"Kepentingan ini kenapa penting disampaikan ke publik, artinya paling penting adalah jangan sampai KPK dipakai jadi alat untuk kepentingan lain termasuk kepentingan politik. Jadi, kita jaga KPK-nya," katanya.

Dalam pemberitaan di sebuah media nasional, Ketua KPK Firli Bahuri disinyalir menekan satuan tugas (satgas) penyelidik agar menaikkan status penanganan Formula E ke tahap penyidikan.

Baca juga: Novel Baswedan Tanggapi Febri Diansyah dan Rasamala Jadi Pengacara Ferdy Sambo - Putri Candrawathi

Terdapat keinginan menetapkan Anies sebagai tersangka sebelum partai politik mendeklarasikan Anies sebagai capres 2024.

Terkini, Anies telah dideklarasikan Partai NasDem sebagai capres 2024.

Pertimbangan penetapan tersangka itu bermodal pendapat ahli hukum yang menilai kasus Formula E merupakan pelanggaran tindak pidana korupsi.

"Firli meminta agar Anies segera ditetapkan sebagai tersangka sebelum partai politik mendeklarasikannya sebagai calon presiden," ujar sumber dari unsur penegak hukum dikutip dari media nasional itu.

Dalam gelar perkara atau ekspose yang digelar Rabu, 28 September 2022, Firli yang memimpin forum berusaha meyakinkan para peserta ekspose baik satgas penyelidik, tim penyidik, maupun tim penuntut.

Firli disebut turut mengingatkan bahwa KPK mempunyai kewenangan menghentikan penyidikan (SP3) sebagaimana Pasal 40 UU KPK ketika tim penyidik nantinya tidak menemukan cukup bukti.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini