Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencekal Anggota DPR RI periode 2009–2014 Miryam S Haryani dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (e-KTP).
Tersangka kasus korupsi e-KTP itu dilarang bepergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan, sejak 30 Juli 2024.
"Keputusan Pimpinan KPK Nomor 983 Tahun 2024. Berlaku 6 bulan ke depan," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Selasa (13/8/2024).
Pada hari ini penyidik KPK memeriksa Miryam sebagai terperiksa.
Usai menjalani pemeriksaan, KPK belum menahan Miryam.
Miryam S Haryani sebelumnya telah divonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan pada 2017 karena terbukti memberikan keterangan palsu di persidangan terkait kasus proyek e-KTP. Ia telah menjalani hukuman itu.
Kemudian KPK kembali menetapkan Miryam sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi paket pengadaan e-KTP tahun 2011-2013, dikenal dengan kode "uang jajan".
Baca juga: Akhirnya KPK Periksa Eks Anggota DPR Miryam S Haryani di Kasus Korupsi e-KTP
Miryam diduga meminta 100 ribu dolar Amerika Serikat (AS) kepada pejabat Kemendagri saat itu yakni Irman untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah.
Duit tersebut kemudian diserahkan ke perwakilan Miryam.
Miryam disinyalir menerima beberapa kali uang dari Irman dan Sugiharto (pejabat di Kemendagri) sepanjang 2011–2012 sejumlah sekitar 1,2 juta dolar AS.
Selain Miryam, KPK juga memproses hukum Isnu Edhi Wijaya (Direktur Utama Perum Percetakan Negara/Ketua Konsorsium PNRI), Husni Fahmi (Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, PNS BPPT), dan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura Paulus Tannos.
Baca juga: Periksa Miryam Haryani, KPK Telusuri Aliran Uang dari Dudy Jocom Sewaktu Jabat Anggota DPR
Paulus Tannos hingga saat ini masih melarikan diri dengan menyandang status buron.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
KPK menyebut negara mengalami kerugian hingga Rp2,3 triliun dari proyek tersebut