Sementara menurut Khairan M Arif, Tiongkok pula berperan terhadap masuknya Islam ke Nusantara.
Ia menyebut bahwa awal masuk agama Islam di Nusantara pada abad ke 7 atau 8 masehi melalui saudagar muslim yang membawa barang dagangannya melalui jalur sutra.
Saat itu masyarakat Nusantara masih menganut animisme dan dinamisme, bahkan sebelum masuknya agama-agama besar lain seperti Hindu, Budha, dan Kristen.
"Pendekatan ini dilakukan oleh para ulama terdahulu dengan metode atau cara berdagang dan berbisnis dengan penduduk lokal sehingga terjadi interaksi sosial yang intensif antara para saudagar muslim tersebut dengan masyarakat setempat yang masih beragama animisme dan dinamisme sebelum datang agama agama besar lainnya seperti Islam, Hindu, Budha dan Kristen. Karenanya bisa dibilang bahwa Islam di Indonesia dan China merupakan saudara dari masa masa jauh hari," kata Khairan menambahkan.
Loretta Thamrin sebagai penanggap diskusi mengungkapkan harapannya agar narasi-narasi baik tentang toleransi serta nilai-nilai persaudaraan antar pemeluk agama ini dapat terdeliver dengan baik ke publik sehingga bentuk perdamaian kehidupan masyarakat muslim baik di Indonesia maupun di Tiongkok dapat dilihat oleh masyarakat Indonesia-Tiogkok dan publik dunia.
"Melalui program dan aplikasi Kodlpest (Konten Digital Pesantren), kita berharap agar dapat mempertahankan dan meneruskan kebaikan ajaran kedamaian agama Islam pada anak anak penerus bangsa kita melalui platform digital sesuai dengan perkembangan teknologi".
Baca juga: Dubes Tiongkok Hadiri Peringatan 5 Tahun Konservasi Giant Panda di Taman Safari Bogor
Terakhir Rektor Universitas Islam As-Syafi'iyah, Dr Masduki Ahmad berharap dialog ini dapat lebih membuka wawasan bagi semua pihak serta menjadi pintu untuk memfasilitasi pendirian pusat studi dan penelitian bersama agama Islam lndonesia dan Tiongkok di Universitas Islam As-Syafi’iyah.