TRIBUNNEWS.COM - Sejarah Hari Santri diawali dengan kembalinya tentara Belanda ke Indonesia pasca Perang Dunia II.
Hari Santri Nasional berawal dari gerakan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945.
Saat itu, tentara Belanda hendak merebut Indonesia yang sebelumnya menjadi wilayah jajahan Jepang setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II.
Padahal, Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan.
Seorang tokoh pemuda bernama Soekarno bertanya kepada Kyai besar KH. Hasyim Asy’ari tentang makna mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari Belanda.
Baca juga: 8 Link Twibbon Hari Santri Nasional 2022 Lengkap dengan Cara Buat dan Bagikan di Media Sosial
Kyai besar KH. Hasyim Asy’ari lalu memberikan jawaban dengan mengeluarkan tiga fatwa, yaitu:
1. Hukumnya memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardlu’ain bagi tiap-tiap orang Islam;
2. Hukumnya orang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta kompotannya adalah mati syahid;
3. Hukumnya orang yang memecah persatuan kita sekarang ini adalah wajib dibunuh.
Atas dasar fatwa ini, para ulama se-Jawa dan Madura mengukuhkan Resolusi Jihad dalam rapat yang digelar pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di kantor Pengurus Besar Nahdatul Ulama (NU) di Bubutan, Surabaya, dikutip dari laman Kemdikbud.
Hasilnya, fatwa Resolusi Jihad Fi Sabilillah ini disebarkan melalui masjid, mushala, dan gethuk tular (dari mulut ke mulut).
Baca juga: Kukuhkan 4.000 Laskar Santri, Gus Muhaimin: Kita Siapkan Jadi Pemimpin Masa Depan
Namun, atas pertimbangan politik, Resolusi Jihad tidak disiarkan melalui radio dan surat kabar.
Selain Hizbullah dan Sabilillah, anggota kelaskaran lainpun berbondong-bondong ke Surabaya.
Tokoh pahlawan nasional Bung Tomo memberikan pidato untuk menggelorakan semangat rakyatnya, setelah terbitnya Resolusi Jihad.